Footer Widget #4

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianPortugueseJapaneseKoreanArabicChinese Simplified

Wednesday, January 9, 2013

Menelusuri Astrologi di Tanah Batak (3/Habis)

Maniti Ari, Ibarat Prakiraan Cuaca ala Kalender Batak


Maniti ari! Mungkin orang Batak pada umumnya pernah mendengar istilah itu. Maksud maniti ari adalah mencari hari dan bulan baik. Biasanya dilakukan untuk mencari tanggal baik untuk menggelar pesta perkawinan atau pesta-pesta besar lainnya. Maniti ari itu istilah sekarang ibarat prakiraan cuaca, tetapi ala kalender Batak.


Menilik kalender Batak sebelum menetapkan tanggal pesta, barangkali umum terjadi di sejumlah keluarga Batak yang masih memegang tradisi. Bagi keluarga yang tak paham cara ’melihat’ kalender  Batak atau tak punya kalender Batak, boleh berkonsultasi pada ’orang pintar’ untuk memilihkan hari baik dan bulan baik.

Hasil penelusuran Dr Sudung Parlindungan Lumbantobing dari sejumlah Datu bidang astrologi Batak di sepanjang Pantai Barat, Pantai Timur, serta pedalaman Tanah Batak, dalam maniti ari, umumnya suhut atau yang empunya hajat pestalah yang pertama menentukan bulan berapa rencananya pesta akan digelar. Nah, berikutnya Datu yang dimintai jasa akan me-recek tanggal dan bulan dimaksud dalam parhalaan (kalender Batak).

Ada sistem perhitungan yang dimiliki oleh si Datu. Dalam Kalender Batak, nama-nama hari berbeda untuk 30 hari, meski dengan nama dasar yang sama. Misalnya, hari kedua minggu pertama disebut suma, hari kedua minggu kedua disebut suma ni mangadop, hari kedua minggu ketiga disebut suma ni holom, dan hari kedua minggu keempat disebut suma ni mate.

Jumlah bulan ada 12, yakni Sipaha Sada (April), Sipaha Dua (Mei), Sipaha Tolu (Juni), Sipaha Opat (Juli), Sipaha Lima (Agustus), Sipaha Onom (September), Sipaha Pitu (Oktober), Sipaha Walu (Nopember), Sipaha Sia (Desember), Sipaha Sampulu (Januari), Li (Pebruari), dan Hurung (Maret).

Dalam mencari tanggal dan bulan yang baik, Datu biasanya memadukan Parmesana-12 (sudah dijelaskan di tulisan sebelumnya), Panggorda na-pitu atau walu (elang, ular, burung pipit, embun, singa, borang-borang, anjing, dan air), dikroscek dengan parhalaan (kalender). 

”Penggunaan Panggorda Vs Parmesana-12 tidak selamanya dilakukan, apabila Datu telah yakin pilihannya akan hari. Apabila tidak yakin, barulah dilakukan rechecking  dengan panggorda. Bila Parmesana-12 menang, maka tetap dianggap hari baik,” jelas Dr Sudung.

Adapun para astrologi dan Datu Batak zaman dahulu menerjemahkan arti parhalaan sebagai berikut:
Pada hari atau minggu di mana terdapat tanda kepala dan jepitan kalajengking, menandakan kerugian mengadakan pesta besra. Demikian juga bila ada tanda perut ataupun ekornya. ”Dan jika ada bulatan berisi titik besar, sebaiknya dihindari sebagai hari menikahkan anak perempuan/laki-laki,” kata Dr Sudung.

Tanda kali dan bulatan (XO) diartikan sebagai saat yang baik untuk menerima uang dan menagih uang dari orang lain. Tanda H atau tanda satu disebut ’Simonggalonggal’. Pada hari di mana tanda itu ada, disarankan menghindari memasuki rumah untuk rumah yang baru selesai dibangun, atau akan ditempati penghuni baru.

Tanda X (kali) diartikan untuk memancing ikan, atau kalau mengadakan pesta disebut sebagai waktu yang baik untuk menyajikan pangupaon dengan ihan. Adapun dua bulatan menandakan buah atau disebut Ari Parbuea, dipercaya sebagai saat yang tepat untuk bertanam atau mengadakan pesta perkawinan.

Tanda 10 (angka satu dan angka kosong), adalah tanda alang kepalang atau hari tanggung. Maksudnya, pekerjaan yang dilakukan pada hari itu tidak tuntas. ”Jadi hindari untuk menyelenggarakan perundingan komersil,” kata mantan staf ahli Menteri Penerangan lagi.

Tanda kail berdiri bermata dua dan juga tanda V terbalik biasanya adalah hari yang dihindari untuk melakukan kegiatan, karena dipercaya membawa kerugian. Begitu juga dengan tanda hala (kalajengking) sungsang dengan simbol bagian kepala hala membarat (hala sungsang) juga disebut kurang baik.

Tanda atau lambang hala ke utara adalah hari matahari mati. Partilaha, artinya sering terjadi kematian. Tanda getar  suara adalah juga hari yang dihindari, karena tanda itu berarti banyak suara-suara sumbang yang pro dan kontra dan oposan.

Tanda bulatan kecil disebut disebut ari na walu, hari ke delapan. Dipercaya, seorang suami akan kehilangan istri atau sebaliknya, bila mengadakan pesta pada hari yang ada tanda dimaksud.

Tanda XI (sebelas Romawi), disebut ’ari pangugeuge’, hari yang kurang baik berpesta, tetapi sangat baik untuk berburu babi hutan. Tanda kotak hitam adalah hari netral, tergantung baik buruknya pada niat dan keinginan manusia.

Dr Sudung lebih lanjut menjelaskan, tidak banyak perbedaan peramalan antara Datu di pedalaman dengan Datu di pesisir Pantai Barat dan Timur. Hanya saja, susunan dan penetapan tanda parhalaan dan perhitungan setiap 30 tahun (tahun-tahun kabisat), menggeser pemakaian parhalaan, menimbulkan perbedaan penggunaan simbol/lambang pada parhalaan 13 dan parhalaan 12 bulanan.

Orang-orang Batak yang tinggal di Pantai Barat dan di Pantai Timur, selain menggunakan kalender Batak, juga dikaitkan dengan perkembangan bintang di langit untuk melakukan pelayaran. (Habis)

No comments: