Footer Widget #4

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianPortugueseJapaneseKoreanArabicChinese Simplified

Wednesday, August 28, 2013

Sejarah RSPAD Gatot Soebroto (1)


Pembangunan instalasi Rumah Sakit Militer di Nusantara pada awal abad 19 adalah salah satu bagian dari strategi militer Belanda dalam rangka mendukung politik kolonialisme, untuk tetap mempertahankan tanah jakahan Nederlands Indie, yang dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi. Hal ini juga merupakan salah satu alasan mengapa diperlukan adanya suatu Rumah Sakit' Lapangan serta tetap dipertahankannya instalasi Rumah Sakit Militer meskipun fasilitas pelayanan kesehatan baik Rumah Sakit Umum maupun Puskesmas sudah menyebar sampai ke pelosok pedesaan. Untuk mengetahui lebih jauh alasan mengapa Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan marilah kita tengok sejenak lembaran sejarah, yang disarikan dari tulisan yang pernah dimuat dalam buku "catur windu RSPAD Gatot Soebroto' dan `45 tahun RSPAD Gatot Soebroto'.
  
Tempoe Doeloe
Tenang dan Sunyi. Jalan dr.Abdulrachman Saleh (waktu itu : Hospitaalweg)
belum dipadati manusia dan kendaraan parkir

MASA PENJAJAHAN BELANDA
Pada akhir abad ke 18, tepatnya tahun 1789 daratan Eropa digetarkan oleh pecahnya Revolusi Perancis dibawah Napoleon Bonaparte. Perang terus terjadi antara Perancis melawan Inggris, Rusia, Austria, Belanda dan lain-lain. Gaung revolusi ini sangat kuat dan sangat ditakuti, akibat lebih jauh dari revolusi ini telah membuat catatan sejarah dimana Indonesia pernah menjadi wilayah koloni Inggris antara tahun 1811-1816.
Pada akhir abad ke 18 ini pula Verenigde Oost-Indische Companie (VOC) atau lebih akrab dengan sebutan Kumpeni mengalami kebangkrutan, bukan saja karena hutang-hutangnya yang banyak, adanya mismanajemen dan korupsi tetapi juga kalah bersaing dengan East India Company (EIC) milik orang-orang Inggris yang didukung kekuatan angkatan laut kerajaan Inggris yang sangat kuat dan menguasai hampir seluruh lautan, sehingga pada waktu itu tidak ada kapal¬kapal VOC yang sampai ke Indonesia. VOC dibubarkan dan diambil alih oleh pemerintah Belanda pada tanggal 31 Desember 1799.
Dengan pengambil-alihan dan pembubaran VOC oleh pemerintah Belanda, Raja Louis Napoleon, pada 1807 mengangkat Mr.Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia dengan misi utama menyusun pemerintahan dan melakukan reorganisasi angkatan perangnya untuk meningkatkan ketahanan militer dalam menghadapi perjuangan bangsa Indone¬sia untuk merdeka dan lepas dari kekuasaan penjajah Belanda serta serbuan dari luar terutama Inggris. Pada awal Januari 1808, Daendels yang pada saat itu masih menyandang Marsekal dalam angkatan bersenjata Perancis tiba di Indonesia tepatnya di pulau Jawa. Daendels meminpin pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia dengan dinamika, cara dan gaya seorang militer sehingga dia mendapat julukan "de Ijzeren Maarschalk" atau marsekal besi.
Untuk meningkatkan ketahanan pemerintahannya, Gubernur Jenderal Daendels bukan saja membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan yang selesai dalam waktu satu tahun, tetapi juga memperkuat Militernya dan salah satu upayanya adalah dengan membentuk Dinas Kesehatan Militer (Militaire Geneeskundige Dients, MGD) dan mendirikan 3 Rumah Sakit Militer (Groot-Militaire Hospitalen) masing-masing di Jakarta (bukan di lokasi RSPAD sekarang), Semarang dan Surabaya. Selain itu juga dibangun Rumah Sakit Garnizun di dalam atau di dekat tangsi militer.
Daendels dalam membangun Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Militer dibantu oleh J.Heppener salah seorang murid Prof.Brugmans seorang organisator ulung dan pembaharu dinas kesehatan militer di Eropa, yang memasukan fungsi kesehatan preventif dalam dinas kesehatan militer (MGD). Rumah Sakit dibangun menurut petunjuk Brugmans, misalnya : bangunan yang luas, sistim ventilasi yang memudahkan sirkulasi udara. "Gangraena Nosocomialis" harus dicegah dengan jarak penempatan tempat tidur yang cukup jauh, baju pasien dan perlengakapan tempat tidur harus sering diganti, bangsal harus bersih, makanan harus bergizi dan pasien dipisahkan menurut jenis penyakitnya.
Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke Belanda, dan pada bulan September 1811 pulau Jawa diserbu dan dikuasai Inggris dan Thomas Stamford Rafles seorang ilmuwan, diangkat menjadi Letnan Gubernur Jawa. Penjajahan Inggris berlangsung sampai tahun 1816.
Pembangunan Groot Militair Hospital Weltevreden. Telah dikemukakan di atas bahwa Daendels membangun tiga rumah sakit militer besar di Jawa (Jakarta, Semarang dan Surabaya). Di Jakarta, dimana? Kapan dibangun ? Dari buku karangan Dr. D.Schoute disebutkan bahwa "buiten¬hospitaal" ex VOC-lah yang mula-mula dijadikan RS Militer besar. Disamping itu disebut juga Militair Hospitaal Meester Cornelis (Jatinegara) dan Weltevreden (bukan di lokasi RSPAD sekarang) kedua RS ini dibangun dalam tangsi dan dipimpin oleh seorang bintara sebagai "managemeester". Jadi bukan RS dalam arti yang sebenarnya.
Pada tahun 1819 jumlah tempat tidur RS ini ditingkatkan dari 222 TT menjadi 400 TT, jumlah ini pada tahun 1825 sudah tidak memadai karena jumlah anggota militer yang dirawat semakin banyak sebagai akibat semakin gencarnya perjuangan bangsa Indonesia yang menginginkan kemerdekaan (perang Maluku, perang Palembang, perang Bone, perang Paderi, Perang Diponegoro dan sebagainya).
Adanya perubahan kebijakan dari Kabinet Gubernur Jenderal, memaksa Groot Militaire Hospitaal dipindahkan ke lokasi RSPAD sekarang yang terdiri atas
Enam bangsal perawatan sepanjang 837 kaki, dimana untuk setiap pasien diperhitungkan kebutuhannya 21/4 kaki.
  • Bangsal perawatan pasien penyakit jiwa. Bangsal perwira sepanjang 112 kaki yang dihubungkan dengan bangunan untuk perwira jaga dan kantor sepanjang 30 kaki.
  • Sebuah Apotik dan rumah dinas untuk Apoteker.
  • Rumah mandi dan rumah dinas untuk "badmeester"
  • Kamar Jenazah.
  • Dapur dan rumah tinggal Juru Masak.
  • Gudang pakaian, rumah portir dengan tempat jaga.
  • Kandang kuda dengan tempat keretanya ditambah dua bangunan masing-masing untuk pekerja kasar dan tempat tahanan pekerja.
Pembangunan RS ini berjalan agak lama dan menurut catatan D.Schoute diperkirakan selesai pada bu/an Oktober 1836. Disinilah perkembangan ilmu, penelitian dan pendidikan kedokteran dimulai. Peristiwa besar terjadi dimana pada tahun 1896 Dr.C.Eykman dapat memastikan de/is/ens/ makanan sebagai penyebah penyakit Beri-beri dan menemukan Vitamin B, atas penemuannya Eykman dianugerahi Hadiah Nobel pada tahun 1929. Di RS Militer ini pulalah Pendidikan Dokter Jawa dirintis dan kemudian dikenal dengan STOVIA (School tot Opleiding van Indlandsche Artsen atau Sekolah Pendidikan Dokter Pribumi).
Militerisasi pe/ayanan kesehatan ber/angsung hampir satu abad. Dan baru pada tahun 1911 didirikan Dinas Kesehatan Sipil dan tahun 1919 dibanguan Centrale Burgelijke Ziekeninrichting (CBZ) Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, atau delapan puluh tiga tahun setelah RS Militer Jakarta (RSPAD sekarang). Bangunan lama yang sekarang tetap dipertahankan adalah bangunan yang saat ini digunakan sebagai /nsta/asi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto.

Masa Penjajahan Jepang - Revolusi
Fisik / Kemerdekaan.

Pada tanggal 8 Maret 1942, Angkatan Perang Hindia Belanda di bawah pimpinan Letnan Jenderal H. Ter Poorten menyerah kepada tentara Jepang di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitosyi Imamura. Sejak saat itu berakhirlah Pemerintahan Hindia Belanda di tanah air Indonesia tercinta dan digantikan oleh Pemerintahan Dai Nipon Sang Saudara Tua. Namun RS Militer ini selama pemerintahan Jepang tetap berfungsi sebagai RS Militer dibawah komando Angkatan Darat (Rikugun) Jepang sebagai Penguasa Militer Jawa dan kemudian dikenal sebagai Rikugun Byoin.
Jepang dipaksa menye¬rah kepada Tentara Sekutu pada tanggal 15 Agutus 1945 setelah Hiroshima dan Naga-saki dijatuhi Bom atom. Dan pada tanggal 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Indonesia dipro¬klamirkan ke seluruh penjuru tanah air. Namun dunia khu¬susnya Belanda masih belum mengakui kedaulatan Indone¬sia, akhirnya pusat pemerin¬tahan Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta dan Rikugun Byoin (RS Militer) kembali kembali dikuasi oleh KNIL dan berubah menjadi Militaire Geneeskundige Dienst (Rumah Sakit Jawatan Kesehatan Angkatan Darat) dan terkenal dengan nama lain "Leger Hospitaal Batavia" yang terletak dijalan Hospitaal Weg, sekarang JI. dr. Abdul Rahman Saleh.
Persiapan Penyerahan Mil/ta/re Genee Skund/ge d/Enst (Leger Hosp/ital Batavia) Kepada Tentara Nasional Indonesia.

Kolonel Dokter Suselo Wirjosaputro
KOLONEL DOKTER SUSELO WIRJOSAPUTRO adalah dokter TNI pertama yang masuk ke Militaire Geneeskundige Dienst (Januari 1950), beliau diberi tugas untuk melakukan persiapan penyerahan Rumah Sakit ini dari Pihak Militer Belanda kepada TNI, berkenaan dengan pengakuan kedaulatan Republik Indone¬sia pada 29 Desember 1949 sesuai hasil Koferensi Meja Bundar KMB) di Den Haag Belanda yang juga memutuskan pengalihan berbagai instalasi militer di Indonesia, antara lain Militaire Geneeskundige Dienst Oost Java (sekarang Kesdam V Brawijaya) dan Militaire Hospitaal di Malang (sekarang Rumkit Soepraoen) pada bulan April 1950.
Leger Hospitaal Batavia (Rumah Sakit Tentara Belanda) pada waktu itu berkapasitas 1000 tempat tidur, lengkap dengan bagian anak dan bersalin. Bahkan di bagian Radiologi telah dilengkapi dengan peralatan Rontgen untuk terapi dan untuk pemeriksaan massal Masschess Unit serta alat Radium untuk terapi kanker rahim, selain itu dibagian fisioterapi telah pula dilengkapi dengan alat fisioterapi elektronik. Dengan fasilitas perawatan yang ada pada waktu itu, Rumah Sakit ini terbilang paling lengkap dan modern.

Pada tahun 1950 Rumah Sakit yang dipimpin oleh Kolonel Dr. Van Bommel ini memiliki 60 tenaga dokter (10 diantaranya dokter spesialis), 300. perawat Belanda dan 300 orang pembantu perawat berkebangsaan Indonesia serta tenaga-tenaga bantuan lain yakni petugas dapur, pencucian, tukang kebun dan tenaga bantuan lainnya. Salah satu tenaga spesialis yang ternyata dapat lebih lama bekerja di Rumah Sakit ini adalah dokter Borgers, seorang dokter spesialis bedah.
Dalam mempersiapkan penyerahan Leger Hospitaal kepada TNI, Kolonel Dr.Suselo dibantu oleh Letkol Dr.Marsetio ahli penyakit mata dan Letkol Dr. Senduk ahli Bedah serta dokter Iman Sudjudi ahli kebidanan dan kandungan. Sebagai calon perwira Staf terdiri dari Kapten Lumingas dan Kapten Senduk (famili dokter Senduk). Selain itu Kol Dr Suselo membawa Staf Pembantu dari RST Slawi yaitu I.Sriyatno (sekarang Letkol Purnawirawan), Nn.Asmini Murti (kemudian menjadi isteri Dr.Yusuf Djajakusuma dan menjadi dokter ahli ilmu penyakit anak), Ny.Ali Murtolo, Kapten Dwidjosumarto dan Sudarto. Tim yang dipimpin Kol Dr.Suselo semula berkantor di Ruang Tamu Asrama Putri (lokasinya di Unit Rehab Medik sekarang), kemudian pindah ke lantai 2 bagian kebidanan (sekarang digunakan untuk Akademi Kebidanan).
Pembicaraan tentang persiapan penyerahan Rumah Sakit pada awalnya berjalan lancar, namun selanjutnya sering terjadi kemacetan yang disebabkan beberapa masalah yang tidak mendapat kesepakatan kedua pihak. Perlu kiranya kita ketahui bahwa kol Dr.Suselo Wiryosaputro adalah seorang nasionalis sejati yang idealis dan memiliki kepribadian amat kuat sehingga oleh pihak KNIL terkadang dinilai kurang kooperatif. Oleh karena itu untuk kelancaran serah terima rumah sakit, Pimpinan Jawatan Kesehatan kemudian menunjuk Letkol Dr.Satrio menggantikan Kolonel Dr.Suselo untuk mempersiapkan serah terima Leger Hospitaal.

Langkah pertama yang dilakukan oleh Letkol Dr.Satrio adalah melanjutkan pekerjaan persiapan dari apa yang tekah dilaksanakan oleh Kol. Dr. Suselo dan melakukan observasi di RST Belanda.
  • Persiapan Tambahan. Untuk menyempurnakan persiapan secara baik, KOL. DR. SATRIO mencari calon Kepala Perawat yang diharapkan mampu memimpin ..perawat-¬perawat Belanda dan seorang Komandan Markas RST yang akan menjamin tegaknya disiplin di RST terutama personel militer eks KNIL dan juga dapat berhubungan baik dengan orang orang Belanda. Sebagai calon Kepala Perawat dipilih Zuster Djudju Sutanandika yang telah berpengalaman memimpin Asrama Pendidikan di RSUP Jakarta dan sebagai Komandan Markas Kapten Drs.Djaka Sutadiwiria bekas ajudan Letkol Dr.Satrio di Brigade Tir¬tayasa, Banten. Untuk persiapan Tim ini berkantor di Pavilyun B (lokasi Medical Check Up dan ICU sekarang).
  • Observasi di Rumah Sakit Tentara Belanda.                                                                                                                                                    
 Setiap pukul 04.00 pagi, aktivitas rumah sakit sudah mulai, suara kereta makanan yang membawa sarapan pasien dari dapur ke seluruh penjuru ruang perawatan (zaal). Begitu matahari mulai terbit petugas teknik berkebangsaan (tali bernama Philippo mulai memadamkan lampu-lampu taman serta mengontrol sarana teknik di Rumah Sakit Tentara. Demikian pula Letnan Solomo yang membawahi personel militer RST (hospital soldaten) dan para tukang kebun dan sebagainya mulai melakukan pekerjaan yang menjadi kewajibannya. Dari Tim Persiapan Penyerahan RST telah mulai mengadakan pembicaraan dengan para petugas RST sesuai bidang tugasnya (Kapten Senduk dan kapten Lumingas menghubungi bagian perbekalan dan keuangan, sedangkan Kapten Dwijosumarto menghubungi Bagian Tata Usaha RST). Dengan kerja keras dan keuletan para anggotanya, Tim dibawah pimpinan Letkol Dr.Satrio berhasil melakukan persiapan dengan baik dan menyatakan siap melakukan serah terima pada tanggal 26 Juli 1950.

UPACARA SERAH TERIMA MIL/TA/RE GENEESKUNDIGE D/ENST (LEGER HOSPITAAL BATAVIA).
Kepala RST Belanda Kolonel Dr.Van Bommel telah dipanggil pulang ke Belanda dan digantikan oleh Letkol Dr. Scheffers.
Pada tanggal 26 Juli 1950 Letkol Dr.Satrio telah siap di lapangan upacara dibawah pohon beringin (dihalaman Instalasi Farmasi sekarang). Letkol Dr.Satrio didampingi oleh Letkol Dr.Marsetio dan Letkol Dr.Senduk serta sekitar 20 orang perawat wanita serta beberapa orang staf. Letkol Dr.Scheffers didampingi oleh anggota eks KNIL yang akan ikut diserah terimakan bersama dengan RST dan Perwira Paramedik tertua Letnan Satu Morgan.
Tamu yang diundang dan hadir adalah Kepala Staf TNI AD Kolonel AH Nasution, Kepala Jawatan Kesehatan TNI AD Letkol Dr.Azis Saleh dan para perwira Staf Umum serta para Perwira Staf Jankesad. Para tamu ini ditempatkan diserambi ruang makan RST (sekarang Pav. Dr.Darmawan PS). Sedangkan tamu-tamu Belanda terdiri dari para perwira Tinggi Tentara Belanda yang juga ditempatkan di serambi ruang makan RST.
Upacara Serah Terima dilaksanakan setelah Kepala Jawatan Kesehatan TNI AD Letkol Dr.Azis Saleh memasuki tempat upacara. Upacara itu sendiri berjalan dengan amat sederhana. Tidak ada korp musik, tidak ada upacara bendera dan tidak terlihat adanya suasana yang meriah atau pesta. Maklum bagi Tentara Belanda, hari itu merupakan hari terakhir mereka mengakhiri kewenangan dan keberadaannya di RST yang besar ini.Naskah serah terima telah disiapkan sesuai kesepakatan. Setelah memberikan sambutan ingkatnya yang penuh keharuan serta keraguan akan kelangsungan RST Letkol.Dr.Scheffers menandatangani naskah serah terima. Dan setelah menandatangani naskah serah terima, Letkol Dr.Satrio menyampaikan pidato singkat yang isinya antara lain menyatakan meskipun terasa berat, kita akan berusaha keras untuk mempertahankan keberadaan dan memajukan Rumah Sakit ini.
   
26 Juli 1950
Serah Terima dari Letkol dr.Scheffer kepada dr.Satrio. Groot Militair Hospitaal Weltervreden menjadi RSTP. Sejarah dan tradisi RS ini selama 114 tahun (1836 – 1950) ditutup. Kita mulai dengan lembaran baru. Kemerdekaan, kemenangan dan harapan.


Sejak saat itu Leger Hospitaal Batavia resmi masuk dalam jajaran Djawatan Kesehatan Tentara Angkatan Darat (DKTAD) dengan nama Rumah Sakit Tentara Pusat disingkat RSTP.

Rumah Sakit Tentara Pusat di Era Onde Lama (1950 -1966)
Setelah Leger Hospitaal resmi diserahkan kepada TNI dan berubah nama Rumah Sakit Tentara Pusat yang disingkat RSTP, Letkol Dr.Satrio memimpin RSTP ini dan menempati Rumah Dinas di Jl. Lapangan Banteng Barat No.32, bekas rumah dinas dokter Borgers (di lokasi ini sekarang bediri Kantor Departemen Agama RI).
Selaku Pimpinan baru Letkol Dr.Satrio melakukan berbagai tindakan antara lain :
  • Melakukan tindakan yang berdampak psikologi, dengan mengangkat Zr.Djudju Sutanandika sebagai Kepala Perawatan (Direktris) yang        telah mengenal sebagian besarsustersuster Belanda. Kemudian mengadakan briefing kepada para suster Belanda. Briefing diberikan          dalam bahasa Belanda berisi falsafah kedokteran yang berdasarkan perikemanusiaan dan tidak diskriminatif, membuat para suster               Belanda menjadi senang dan memberikan ketenangan.
  • Melakukan koordinasi dengan Rumah Sakit Umum Pusat yang waktu itu telah diambil alih oleh dokter Sartono Kertopati untuk melakukan pengisian tenaga ahli guna mengelola bagian-bagian spesialis. Selanjutnya masuklah Prof.Asikin, Prof.Sukaryo, Prof.Johanes menjadi dokter konsulen untuk Interne, Bedah dan Radiologi. Sedangkan Dr.Iman Sudjudi sebagai Kepala Bagian Kebidanan dan Kandungan, dr.Muh Sugiono (pediatri), dr.Sukasah (THT), dr.Sumantri Hardjoprakoso (psikiatri), Prof.Sutomo (patologi), dr.Djuwari (bagian penyakit kulit dan kelamin), dr.Agoes (bagian tuberkulose/paru), dan Kolonel Drg.Moestopo (bagian Gigi dan Mulut). Selain itu dimanfaatkan potensi para Sarjana Kedokteran antara lain Drs.Djaka Sutadiwiria, Drs. Osman Odang (pediatri), Drs.Muhardono (kebidanan dan kandungan), Drs. Haryono (bedah), Drs.F.Pattiasina (patologi), Drs.Harnopidjati, Drs.Mulyoto, Drs.Suwardjono Suryaningrat, Drs.Amino, Drs.Sumantri, mereka diangkat dengan pangkat Kapten.
  • Untuk meningkatkan wawasan para dokter diselenggarakan pertemuan klinik yang dihadiri para dokter RSTP dan RSU, dengan "Early Mobilisation" sebagai topik pertama dan disampaikan oleh dokter Senduk. Selain itu juga diterbitkan Majalah Kesehatan Angkatan Perang, yang mampu terbit sampai beberapa tahun kedepan.
  • Mendirikan pendidikan perawat dan dengan bantuan Miss Murray seorang perawat yang ahli dalam "Nursing Education and Training" didirikan Sekolah Perawat RSTP pada tahun 1951. Saat ini berkaitan dengan perkembangan jaman Sekolah Perawat telah berkembang menjadi Akademi Perawat dan Akademi Kebidanan.

Pada tanggal 1 Maret 1952, Letkol dr.Satrio menyerahkan jabatan Kepala RSTP kepada LETKOL CKM DR.REKSODIWIRJO WIJOTOARDJO. Dikarenakan kondisi politik dan ekonomi pada saat itu selama masa kepempimpinan dokter reksodiwirjo dai 1 Maret 1952 sampai 26 Juni 1956 RSTP terkesan berjalan di tempat. Kondisi saat itu sangat tidak memungkinkan untuk melakukan peningkatan dan pembangunan Rumah Sakit Tentara Pusat.
Sesuai kondisi perkembangan organisasi Djawatan Kesehatan Tentara Angkatan Darat (DKTAD) berubah menjadi Djawatan Kesehatan Angkatan Darat (DKAD), nama Rumah Sakit Tentara Pusat (RSTP) dirubah menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat disingkat RSPAD, nama ini tetap dipergunakan sampai tahun 1970.
Pada tanggal 25 Juni 1956 Letkol.Dr.Reksodiwirjo mengundurkan diri dari dinas militer dan menyerahkan jabatannya kepada Letkol Dr.MUHAMMAD TAREKAT PRAWIROWIJOTO.
Pada masa kepemimpinan Letkol Dr.Mohammad Tarekat Prawirowijoto (25 Juni 1956 sampai dengan 7 Februari 1959) masa sulit yang disebabkan oleh kondisi politik dan ekonomi saat itu masih sangat mempengaruhi. Hanya anggaran untuk gaji pegawai yang diterima secara rutin ,tepat waktu. Pemeliharaan bangunan
dilaksanakan oleh Zeni yang karena terbatasnya anggaran, hanya mampu melakukan sedikit pemeliharaan bangunan, sedangkan untuk makan pasien tidak ada masalah karena dilaksanakan oleh Intendans Komando Militer Kota Besar Jakarta Raya (KMKBDR) sebagai penguasa areal service, meskipun pembayaran kepada leveransir bahan makanan sering terlambat, atas dasar keluhan leveransir dilakukan koordinasi dengan pihak Intendans KMKBDR.
Pada tahun 1957 RSPAD mendapat tambahan 3 orang dokter lulusan Belanda, dua diantaranya sudah spesialis yaitu : Dr.Noor (Ahli Paru), Dr.Sularjo (ahli THT) dan Dr.Sajoko. Bersamaan dengan penambahan tenaga ahli, sebagian dari mereka dikirim ke daerah operasi untuk menanggulangi pemberontakan PRRI dan pemberontakan lainnya. Pertemuan klinik yang dicetuskan dokter Satrio terus berjalan bahkan diperluas dengan melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Angkatan Laut. Selain itu setiap hari Sabtu dilaksanakan pertemuan yang diikuti oleh bagian perawatan, kepala ruangan, bagian apotik dan detasemen markas untuk menghasilkan koordinasi yang dapat menunjang pelaksanaan tugas.
Letjen TNI Gatot Soebroto
Wakil Kepala Staf TNI AD

Pada tahun 1957 atas prakars, LETJEN TNI GATOT SOEBROTO yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Kepala Staf TNI AD dibangun sarana bengkel ortopedi, fisioterapi, lapangan olah raga (basket), asrama. Beliau juga memindahkan bengkel ortopedi yang ada di RST Dustira berikut 3 orang personelnya. Bengkel ini dibangun di "pulau" dan dilokasi ini sekarang dibangun Ruang Perawatan Jiwa. Tujuan pembangunan bengkel ortopedi ini tak lain dan tak bukan sebagai salah satu peningkatan kesejahteraan Prajurit khususnya mereka yang karena melak¬sanakan tugas terpaksa kehilangan atau mengalami penurunan fungsi anggota badan. Karena besarnya perhatian kepada RSPAD Gatos Soebroto inilah maka sangatlah tepat nama beliau diabadikan menjadi Nama Rumah Sakit ini.
Pada tanggal 7 Pebruari 1959 jabatan Kepala RSTP diserahterimakan dari Kolonel dr.Muhammad Tarekat kepada Kolonel Dr.RM.PARTOMO.

Kolonel Dr.RM.Partomo

Sampai berakhirnya masa pemerintahan Orde lama, RSPAD Gatot Soebroto belum banyak pembangunan, namun setelah pemerintahan Orde Baru dibangun berbagai fasilitas dengan biaya dari Departemen Pertahanan Keamanan, antara lain Paviliun Perawatan Pati (dibangun mulai TA.1964/1965, selesai dan dipergunakan pada tahun 1967) tempat dimana Presiden RI pertama Ir Soekarno dirawat (sekarang digunakan sebagai Pavilyun Dr.Darmawan), Kamar Bersalin (1968) yang sekarang telah dibongkar dan dijadikan sarana perparkiran, ruang Perawatan Anak (selesai dan diresmikan tahun 1972 oleh Wakasad Letjen TNI Oemar Wirahadikoesoemah).
RSPAD Gatot Soebroto di Era Orde Baru (1966 - 1998)
Di era orde baru, RSPAD Gatot Soebroto memulai mengadakan pengembangan secara signifikan, baik pengembangan fisik khususnya sarana prasarana, organisasi dan sumber daya manusia. Dibidang pelayanan kesehatan RSPAD memasuki era tehnologi tinggi. Karena bersamaan dengan pembangunan fisik bangunan dilengkapi pula dengan peralatan medis baru berteknologi tinggi.
Pada era ini pula organisasi RSPAD berkembang, meskipun kedudukannya tetap dibawah Jawatan Kesehatan TNI AD, RSPAD yang semula dipimpin oleh Perwira Menengah berpangkat Kolonel, dipimpin seorang Perwira Tinggi bintang satu, adalah Dr.Partomo yang kemudian dinaikan pangkatnya dari Kolonel menjadi Brijen TNI pada tahun 1969.
Pada tanggal 7 Desember 1970 Brigjen Dr.RM.Partomo menyerahkan jabatan Kepala RSPAD kepada KOLONEL Dr. FRANS PATTIASINA.

Kolonel Dr. Frans Pattiasina
Untuk memberikan penghargaan dan sumbangsih bagi Prajurit Presiden Suharto menetapkan kebijaksanaan tentang Pembangunan RSPAD Gatot Soebroto menjadi Rumah Sakit yang modern secara bertahap dengan biaya bantuan Presiden, yang diawali dengan ditetapkannya Tim Pembangunan RSPAD Gatot Soebroto dengan Keppres Nomor 31 Tahun 1971. Ditetapkan dalam Keppres Mayjen TNI Dr.Roebiono Kertopati sebagai Ketua Dewan Pengawas, Brigjen TNI Dr. RM Partomo sebagai Ketua Direksi Pelaksana dan Kepala RSPAD Gatot Soebroto sebagai anggota.
Pada tanggal 17 Nopember 1971 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Unit Perawatan Umum dan pada tanggal 25 Nopember 1971 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Unit Perawatan Bedah.
Guna menghormati dan mengenang jasa Letjen TNI Gatot Soebroto, dengan Surat Keputusan Kasad Nomor : Skep/582/X/1970 tanggal 22 Oktober 1970 nama beliau ditetapkan sebagai nama RSPAD dan sejak saat itu rumah sakit ini bernama "Rumah Sakit Gatot Soebroto" disingkat RSGS.
Pelaksanaan pembangunan terus berlanjut meskipun jabatan Kepala RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 25 Agustus 1972 diserah terimakan dari Brigjen TNI Dr.Pattiasina kepada KOLONEL Dr. R. DARMAWAN PS.
Brigjen TNI Dr. R Darmawan PS, belum lagi setahun memimpin RSPAD harus menyerahkan jabatan Ka RSPAD kepada KOLONEL Dr.RA JUSUF DJAJAKUSUMA pada tanggal 2 Juli 1973, karena diangkat menjadi Kepala Jawatan Kesehatan TNI AD.
Brig/en R. Darmawan PS
25 Agustus 1972 - 2 Jul, 1973

Unit Perawatan Umum yang dikenal dengan Unit I / PU, terdiri atas 6 lantai dengan luas bangunan 13.950 m2 dan berkapasitas 298 tempat tidur yang dibangun sejak Nopember 1971 telah selesai dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 28 Oktober 1974 oleh Jenderal TNI Suharto, Presiden RI pada waktu itu.
Pada tanggal 20 Mei 1976 diresmikan penggunaan Unit Perawatan Bedah. Bangunan ini pada lantai I dan II untuk pelayanan Poliklinik dan Kamar Bedah Pusat, sedangkan lantai III digunakan sebagai Ruang Rawat VVIP dan VIP serta Unit Stroke, sedangkan lantai IV sampai dengan VI digunakan untuk perawatan pasca bedah kelas I, II dan III.
Masih dalam tahun 1976 tepatnya tanggal 6 Nopember 1976 diresmikan Asrama Perawat oleh Ka Puskes ABRI atas nama Menhankam/Pangab, bangunan dengan 8 lantai dengan luas 6.820 m2 dan mampu menampung 308 personel ini terletak di JI.Dr.Abdul Rahman Saleh No.16, karena lokasinya dikenal dengan nama Asrama 16
Tahun 1977 telah selesai pula dibangun unit-unit penunjang meliputi, Unit Dapur, Laundry, Boiler, Gudang Bahan Makanan, dan Kantin Umum (15 Februaru 1977) serta Sentral Telepon (selesai 27 Agustus 1977).
Dalam tahun 1977 juga dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Gudang Perbekalan dan Pool Kendaraan (16 Maret 1977), Unit Rehab Medik (20 Juni 1977), Laboratorium Patologi Anatomi (Oktober 1977) dan Unit Kebidanan (Desember 1977).
Sesuai dengan tuntutan dan untuk mempermudah sebutan nama rumah sakit ini, Kajankesad mengeluarkan Surat Edaran Nomor : SE/18NII1/1977 tanggal 4 Agustus 1977 yang menetapkan sebutan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto disingkat RSPAD Gatot Soebroto.
Dalam derasnya pelaksanaan pembangunan pada tanggal 13 Desember 1977 Brigjen Dr.R.A.Jusuf Djajakusuma menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan RSPAD kepada KOLONEL Dr. KURNIA NATADISASTRA.
Kolonel Dr. Kurnia Natadisastra
Selain pembangunan fisik Rumah sakit, dibangun pula Rumah Dinas (Flat) Dokter yang diperuntukkan bagi para dokter yang baru saja mutasi jabatan ke RSPAD atau sedang dalam pendidikan spesialis dan belum memiliki rumah di Jakarta. Pembangunan Flat Dokter dengan biaya dari Mabes TNI terdiri dari 11 unit untuk dokter bujangan dan 16 unit untuk dokter yang telah berkeluarga. Luas bangunan seluruhnya 2.328 m2. Peletakan batu pertama pembangunan Blok B dilaksanakan tanggal 10 Desember 1976 dan selesai dan diresmikan tanggal 31 Januari 1977, sedang peletakan batu pertama pembangunan Flat Dokter Blok A dilaksanakan tanggal 31 Desember 1977 dan selesai serta diresmikan tanggal 5 Mei 1979.
Brigjen Dr.Kurnia Natadisastra menjabat Kepala RSPAD selama lebih kurang 1 tahun 6 bulan dan pada tanggal 31 Mei 1979 menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada KOLONEL Dr. SAMSI JACOBALIS.
Brigjen Dr. Samsi Jacobalis
31 Mei 1979 . 1 September 1983
Beliau selanjutnya memegang jabatan sebagai Kajankesad.
Pembangunan terus berjalan sesuai tahapan yang ditetapkan. Pada tahun 1979 - 1982 banyak bangunan yang selesai dibangun antara lain Unit Kebidanan dan Kandungan (29 Desember 1979), Unit Patologi Anatomi ( 3 Mei 1980), Unit Patologi Klinik (30 Juni 1981), Unit Radiologi dan Poliklinik Tahap I ( 26 Juli 1992).
Peletakan batu pertama pembangunan Unit ICU (sekarang dipergunakan untuk Medical Check Up, Perawatan Intensif /ICU dan Renal Unit), bangunan ini dilengkapi dengan
Helipad di lantai IV.
Pada tanggal 1 Oktober 1981, kantor Pimpinan RSPAD Gatot Soebroto yang semula berada digedung tua berlantai (lokasi gedung Satrio sekarang) dipindahkan ke bangunan Paviliun A (Pav.Darmawan sekarang) untuk mempersiapkan lahan guna pembangunan Gedung Poliklinik Tahap II (Gedung Satrio), dan baru pindah ke gedung baru pada tanggal 18 Februari 1988.
Kemajuan spektakuler dalam dunia kedokteran di RSPAD terjadi pada tahun 1981 dimana RSPAD melaksanakan Proyek Bedah Jantung terbuka dengan bekerjasama dengan Tim dari Amerika dibawah pimpinan Prof. De Becky dan ini merupakan bedah jantung pertama di Indonesia yang sampai sekarang telah mengoperasi lebih dari 1050 pasien di RSPAD Gatot Soebroto.
Selain hal yang spektakuler mengembirakan juga ada hal yang kurang menyenangkan, yakni ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama Menhankam/ Pangab dengan Medikbud RI Nomor : 070a / M / 1981 dan Nomor : Kep/ 04 / II /1981 yang dilengkapi dengan Petunjuk Pelaksanaan yang ditetapkan bersama antara Kapuskes ABRI dengan Dekan Fakultas Kedokteran UI Nomor : Juklak/ 09 / XI / 1982 dan Nomor : 2554/II.A./SK/1982 tanggal 20 Februari 1982 tentang penggunaan RSPAD Gatot Soebroto menjadi lahan pendidikan dokter spesialis. Sejak itu RSPAD yang pernah menghasilkan para dokter spesialis yang handal tidak dibenarkan lagi mendidik tenaga spesialis (Hospital Base), hal ini berkaitan dengan ketentuan baru bahwa yang berwenang mendidik dokter spesialis adalah Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Negeri (University Base).
Pada tahun 1982 tepatnya dalam meperingati Catur Windu (32 tahun) RSPAD Gatot Soebroto atas prakarsa Brigjen Dr.Samsi Jacobalis disusun untuk pertama kali buku sejarah RSPAD yang memiliki makna historis sangat dalam dan melibatkan sejarahwan, penulis, peneliti dan pendidik Drs.Abu Sidik Wibowo. Peluncuran Buku Catur Windu ini tepat pada tanggal 26 Juli 1982.
Pada tahun 1982, untuk meningkatkan pelayanan bagi pasien tidak berhak atas ide Ka RSPAD didirikan Apotik Cabang V Khusus (sekarang Apotik PKM) dengan modal awal Rp.12.000.000,- dari dana intern yang awalnya berupa pinjaman sementara namun kemudian dipertanggungjawabkan sebagai pengeluaran rutin.
Pada tanggal 1 September 1982 Brigjen Dr.Samsi Jacobalis menyerahkan jabatan Ka RSPAD Gatot Soebroto kepada KOLONEL Dr. SUMARDI KATGOPRANOTO.
Brigjen Dr. Sumardi Katgopranoto
1 September 1983 - 10 Juni 1989

Pada akhir tahun 1983, dapat dicatat sebagai sejarah baru khususnya dalam Pelayanan Kesehatan bagi Maysrakat Umum di RSPAD Gatot Soebroto dimana dengan dikeluarkannya Petunjuk Sementara Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Umum berdasarkan surat keputusan Kasad Nomor : Kep/1186/III/1984 tanggal 28-3-1984. Hal ini berkaitan erat dengan mulai dikuranginya alokasi dana pemeliharaan bangunan yang semula didukung dengan dana rutin Puskes ABRI dan dana Proyek Tim Pembangunan RSGS (Banpres / Sekneg), yang pada
akhirnya disusunlah proposal pembangunan Unit Pelayanan Masyarakat Umum (kemudian diberi nama Pavilyun Kartika) dan diajukan kepada Pimpinan TNI AD yang selanjutnya mendapat bantuan dana dari Presiden.
Pengembangan pelayanan kesehatan, selain melanjutkan program bedah jantung, RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 1986 melakukan Proyek Tansplantasi Ginjal, dan berhasil baik, sampai saat ini telah dilakukan transplantasi ginjal untuk 44 penderita. Dengan adanya krisis ekonomi kegiatan bedah jantung dan transplantasi ginjal sangat terhambat oleh ketiadaan dukungan dana.
Pada tahun 1988, sebagai awal penataan Yankesmasum dibuka Poliklinik Swasta sore hari bertempat di lantai 2 gedung Satrio yang menjadi embrio Yankesmasum rawat jalan dan selanjutnya dengan bekerja sama dengan Primkopad RSPAD Gatot Soebroto dilakukan renovasi Pav.A yang semula digunakan sebagai kantor Pimpinan dan Staf untuk dijadikan Unit Yankesmasum Rawat !nap dan diberi nama Pavilyun Kartika, pavilyun inilah yang merupakan cikal bakal Pav. Kartika sekarang.
Dari bidang organisasi juga terjadi peristiwa penting, dimana lembaga Dep.Hankam dengan Panglima ABRI yang semula dijabat oleh Menhakam sekaligus Panglima TNI dipisahkan.Dep.Hankam dipimpin oleh Menhakam dan ABRI dipimpin oleh Panglima ABRI, berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor : Skep / 07 / P / III / 1984 tanggal 21 Maret 1984 RSPAD Gatot Soebroto ditetapkan masuk dalam jajaran Dep.Hankam. Namun dengan Surat Kasad Nomor : K/253/VIII/1985 tanggal 16 Agustus 1985, RSPAD dapat diserahkan kepada Hankam setelah TNI AD selesai meningkatkan kemampuan Rumah Sakit Tingkat II dengan masa persiapan selama 5 - 10 tahun. Kenyataannya RSPAD sampai saat ini masih dibawah jajaran TNI AD.
Pada tahun 1986 ditetapkan Organisasi dan Tugas RSPAD Gatot Soebroto dengan Keputusan Kasad Nomor : Kep/ 14 / I / 1986 tanggal 23 Januari 1986 dengan kedudukan RSPAD operasional
dibawah Kasad dan administratif dibawah Ditkesad. Kedudukan ini menjadikan RSPAD tidak tergambar dalam Struktur Organisasi Mabesad dan tidak ada dalam Struktur Organisasi Ditkesad.
Tahapan pembangunan RSPAD Gatot Soebroto telah mencapai tahap mendekati selesai dimana pada era kepemimpinan Dr.Sumardi diresmikan berbagai bangunan meliputi : Unit ICU 5 Mei 1983), Unit Teknik dan Bengkel Kayu (1984) dan Poliklinik Tahap II dan Kantor Pimpinan yang dilengkapi dengan Helipad (17 Februari 1988).
Pada tanggal 10 Juni 1989 pucuk pimpinan RSPAD diserah terimakan dari Brigjen TNI Dr.Sumardi kepada KOLONEL CKM Dr.TOERSENO WINARKO A.
Brigjen Dr. Toerseno Winarko A.
10 Juni 1989 - 27 September 1991


Pada tahun 1989, peningkatan mutu pelayanan terus dipacu, penataan halaman dan taman menjadi lebih rapih. Untuk pelayanan kesehatan masyarakat umum mulai ditata lebih serius khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan rawat jalan spesialistik dan pelayanan rawat inap Pavilyun Kartika (sekarang Pav. Darmawan) sebagai embrio Unit Yankesmasum.
Persiapan pelaksanaan pembangunan Unit Yankesmasum (Pav.Kartika sekarang) yang dibangun dilokasi Maditkesad (lama) dengan memindahkan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) Ditkesad ke JI.Dr.Abdul Rahman Saleh 18 eks Mapusintelstrad dan Mesjid Asysyifa. Pembangunan Masjid yang berlokasi di halaman parkir rumah sakit mendapat bantuan dari Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila. Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh Gubernur KDKI Bapak Wiyogo Admodarminto pada tanggal 3 Nopember 1988 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 Nopember 1989 oleh Panglima ABRI (sekarang TNI) Jenderal Try Sutrisno.
Pembangunan Unit Yankesmasum didukung dengan dana bantuan Presiden dan dilaksanakan oleh Tim Pembangunan yang diketuai oleh Brigjen TNI (Purn) Dr.Sumardi Katgopranoto. Tujuan pembangunan unit Yankesmasum Pavilyun Kartika yaitu : untuk meningkatkan kemampuan dukungan dar a operasional RSPAD dan meningkatkan kesejahteraan personel serta sebagai lahan praktek bagi para dokter RSPAD Gatot Soebroto.
Peletakan batu pertama pembangunan unit Yankesmasum dilaksanakan oleh Aslog Kasad pada bulan Januari 1990 dan selesai serta diresmikan oleh Presiden Suharto pada tanggal 16 September 1991.

 
 Kolonel CKM Dr. H.Djailani

Pada tanggal 27 September 1991 Brigjen TNI Dr.Toerseno Winarko A menyerahkan jabatan Ka ASPAD Gatot Soebroto kepada KOLONEL CKM Dr. H.DJAILANI (sekarang Wagub DKI Bidang Kesra) selanjutnya menduduki jabatan baru sebagai Dirkesad.
Operasional RSPAD Gatot Soebroto, mulai memasuki babak baru, pada masa jabatan Dr.Djailani manajemen mulai lebih disempurnakan. Khusus Yankesmasum Pav. Kartika diterima bantuan tenaga ahli dibidang manajemen dari Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi. Hal lain yang patut dicatat adalah pembenahan sistem rujukan pasien, dengan demikian RSPAD diharapkan tidak lagi menjadi Puskesmas raksasa karena banyaknya pasien yang seharusnya dapat ditangani di Rumkit Kesdam dikirim ke RSPAD karena keinginan pasien untuk mendapat pelayanan spesialistik yang lebih lengkap.
Dengan bantuan berbagai pihak RSPAD yang semula terkesan sebagai Puskesmas raksasa sedikit demi sedikit berubah. Pasien mulai dapat mengerti bahwa RSPAD adalah rumah sakit rujukan, dan tidak semua pasien harus ke RSPAD tetapi pasien yang dapat ditangani di rumah sakit Kodam (Tk.ll) cukup ditangani di Rumkit Kodam dan tidak perlu dikirim ke RSPAD.
Pembangunan fisik dimulai kembali dengan pembangunan Unit Keswa, Unit Paru dan Asrama Putra. Unit Rawat Kesehatan Jiwa yang semula menempati lokasi dibelakang unit IKA dibangun baru di "pulau" lengkap dengan bangunan rawat untuk VIP yang berupa rumah (cotage). Bekas lokasi Unit Keswa dibangun Asrama Putra. Unit Perawatan Jantung Paru dibangun di lokasi lama, selain itu juga dibangun 2 unit instalasi pengolahan air limbah.


bersambung ..............2

No comments: