Maniti Ari, Ibarat Prakiraan Cuaca ala Kalender Batak
Maniti ari! Mungkin orang Batak pada umumnya
pernah mendengar istilah itu. Maksud maniti
ari adalah mencari hari dan bulan baik. Biasanya dilakukan untuk
mencari tanggal baik untuk menggelar pesta perkawinan atau pesta-pesta besar
lainnya. Maniti ari itu
istilah sekarang ibarat prakiraan cuaca, tetapi ala kalender Batak.
Menilik kalender Batak sebelum menetapkan tanggal pesta,
barangkali umum terjadi di sejumlah keluarga Batak yang masih memegang tradisi.
Bagi keluarga yang tak paham cara ’melihat’ kalender Batak atau tak punya
kalender Batak, boleh berkonsultasi pada ’orang pintar’ untuk memilihkan hari
baik dan bulan baik.
Hasil penelusuran Dr Sudung Parlindungan Lumbantobing
dari sejumlah Datu bidang astrologi Batak di sepanjang Pantai Barat, Pantai
Timur, serta pedalaman Tanah Batak, dalam maniti
ari, umumnya suhut
atau yang empunya hajat pestalah yang pertama menentukan bulan
berapa rencananya pesta akan digelar. Nah, berikutnya Datu yang dimintai jasa
akan me-recek tanggal dan bulan dimaksud dalam parhalaan (kalender Batak).
Ada sistem perhitungan yang dimiliki oleh si Datu. Dalam
Kalender Batak, nama-nama hari berbeda untuk 30 hari, meski dengan nama dasar
yang sama. Misalnya, hari kedua minggu pertama disebut suma, hari kedua minggu
kedua disebut suma ni
mangadop, hari kedua minggu ketiga disebut suma ni holom, dan hari
kedua minggu keempat disebut suma
ni mate.
Jumlah bulan ada 12, yakni Sipaha Sada (April), Sipaha
Dua (Mei), Sipaha Tolu (Juni), Sipaha Opat (Juli), Sipaha Lima (Agustus),
Sipaha Onom (September), Sipaha Pitu (Oktober), Sipaha Walu (Nopember), Sipaha
Sia (Desember), Sipaha Sampulu (Januari), Li (Pebruari), dan Hurung (Maret).
Dalam mencari tanggal dan bulan yang baik, Datu biasanya
memadukan Parmesana-12 (sudah dijelaskan di tulisan sebelumnya), Panggorda
na-pitu atau walu (elang, ular, burung pipit, embun, singa, borang-borang,
anjing, dan air), dikroscek dengan parhalaan (kalender).
”Penggunaan Panggorda Vs Parmesana-12 tidak selamanya
dilakukan, apabila Datu telah yakin pilihannya akan hari. Apabila tidak yakin,
barulah dilakukan rechecking
dengan panggorda. Bila Parmesana-12 menang, maka tetap
dianggap hari baik,” jelas Dr Sudung.
Adapun para astrologi dan Datu Batak zaman dahulu
menerjemahkan arti parhalaan sebagai berikut:
Pada hari atau minggu di mana terdapat tanda kepala dan
jepitan kalajengking, menandakan kerugian mengadakan pesta besra. Demikian juga
bila ada tanda perut ataupun ekornya. ”Dan jika ada bulatan berisi titik besar,
sebaiknya dihindari sebagai hari menikahkan anak perempuan/laki-laki,” kata Dr
Sudung.
Tanda kali dan bulatan (XO) diartikan sebagai saat yang
baik untuk menerima uang dan menagih uang dari orang lain. Tanda H atau tanda
satu disebut ’Simonggalonggal’.
Pada hari di mana tanda itu ada, disarankan menghindari memasuki rumah untuk
rumah yang baru selesai dibangun, atau akan ditempati penghuni baru.
Tanda X (kali) diartikan untuk memancing ikan, atau kalau
mengadakan pesta disebut sebagai waktu yang baik untuk menyajikan pangupaon dengan ihan. Adapun dua bulatan
menandakan buah atau disebut Ari
Parbuea, dipercaya sebagai saat yang tepat untuk bertanam atau
mengadakan pesta perkawinan.
Tanda 10 (angka satu dan angka kosong), adalah tanda
alang kepalang atau hari tanggung. Maksudnya, pekerjaan yang dilakukan pada
hari itu tidak tuntas. ”Jadi hindari untuk menyelenggarakan perundingan
komersil,” kata mantan staf ahli Menteri Penerangan lagi.
Tanda kail berdiri bermata dua dan juga tanda V terbalik
biasanya adalah hari yang dihindari untuk melakukan kegiatan, karena dipercaya
membawa kerugian. Begitu juga dengan tanda hala
(kalajengking) sungsang dengan simbol bagian kepala hala membarat (hala sungsang) juga
disebut kurang baik.
Tanda atau lambang hala
ke utara adalah hari matahari mati. Partilaha, artinya sering terjadi kematian.
Tanda getar suara adalah juga hari yang dihindari, karena tanda itu
berarti banyak suara-suara sumbang yang pro dan kontra dan oposan.
Tanda bulatan kecil disebut disebut ari na walu, hari ke
delapan. Dipercaya, seorang suami akan kehilangan istri atau sebaliknya, bila
mengadakan pesta pada hari yang ada tanda dimaksud.
Tanda XI (sebelas Romawi), disebut ’ari pangugeuge’, hari
yang kurang baik berpesta, tetapi sangat baik untuk berburu babi hutan. Tanda
kotak hitam adalah hari netral, tergantung baik buruknya pada niat dan
keinginan manusia.
Dr Sudung lebih lanjut menjelaskan, tidak banyak
perbedaan peramalan antara Datu di pedalaman dengan Datu di pesisir Pantai
Barat dan Timur. Hanya saja, susunan dan penetapan tanda parhalaan dan perhitungan
setiap 30 tahun (tahun-tahun kabisat), menggeser pemakaian parhalaan, menimbulkan
perbedaan penggunaan simbol/lambang pada parhalaan
13 dan parhalaan
12 bulanan.
Orang-orang Batak yang tinggal di Pantai Barat dan di
Pantai Timur, selain menggunakan kalender Batak, juga dikaitkan dengan
perkembangan bintang di langit untuk melakukan pelayaran. (Habis)