Sungkam Bung Karno pada Ibunda tercinta
Suatu pagi, diakhir Februari 1967, di sebuah ruang Istana
Merdeka terjadi dialog yang mengharukan. Saat itu saat senja dalam
kekuasaan Soekarno. Tak ada lagi cahaya terang yang banyak menyinarinya
lagi. Semua seolah ikut meredup. Kekuasaannya digerogoti, kewenangannya
dibatasi, kehormatannya mulai dilecehkan, keluarganya diteror mental,
ajarannya dibuang dan foto-fotonya mulai diturunkan.
“Saya akan bertobat, Kak”, kata Soekarno sambil mengucurkan air mata,
dengan kedua belah tangannya diletakkan pada pundak sang kakak. Siapa
sang kakak itu? Dia adalah Abdul Rachim, orang yang sudah dikenalnya
sejak awal negeri ini berdiri. Abdul Rachim sudah seperti guru spiritual
Soekarno, menurut Chairul Basri, orang yang dekat dengan sang kakak dan
juga dengan Soekarno.
********************************************************************************************************
Soekarno menitikkan air mata ketika dia berada dalam sebuah ruangan
sempit di penjara Banceuy, Bandung tahun 1929. Dia terharu merasakan
betapa dia harus mempelajari ajaran-ajaran Nabi Muhammad, yang kurang
dia kenal.
“Di sinilah pertama kali jiwaku insyaf akan agama”, katanya mengenang
semasa di tahan di penjara Banceuy oleh Belanda. Di sana dia menemukan
Islam. Dan di usia senjanya, dia kembali menitikkan air mata untuk
mengingat, apakah dia menjalankan ajaran Nabi Muhammad SAW seperti yang
dia ingini dahulu.
*******************************************************************************************************
Dalam amanatnya pada hari peringatan Nuzulul Quran di Istana Negara, 6
Maret 1961, ia mengaku pernah di tanya soal kepercayaannya kepada
tuhan."Apakah Bung Karno yang intelektual, Bung Karno yang profesor,
yang insinyur, yang dokter percaya adanya tuhan ? saya jawab tegas ya
saya percaya. Apa bukti tuhan ada ? saya berkata, sering saya
becakap-cakap dengan tuhan. saya sering meminta kepada zat itu, dan zat
itu sering memberikan kepadaku apa yang ku minta. Nah itulah satu bukti
nyata bagiku bahwa tuhan itu ada."
Soekarno sendiri mengakui pernah terjadi suatu evolusi iman pada
dirinya. ketika ia di dalam penjara sukamiskin."Di dalam penjara, ini
salah satu hikmah saya mempelajari agama. Sekeluar dari penjara sya
menjadi manusia yang mati-matian percaya kepada Allah dan Muhammad.
kejadian di Brastagih mempertebal keimananku lagi."
Juli 1955, bung karno menunaikan ibadah haji. Dalam kesempatan itu,
ia berziarah ke makam Rasulullah di Masjid Nabawi di Madinah, kemudian
melakukan shalat sunnah di Rudha tepat menempati mihrab Nabi dan berdoa
serta berdzikir. Setelah berhaji nama Bung Karno menjadi Haji Akbar
Ahmad Soekarno.
Dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu
ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah
Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan
bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama
Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[ Ketika kecil Soekarno tinggal
bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh
orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun
namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil
dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama
"Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah
menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno
diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut
menggunakan ejaan penjajah (Belanda) Ia tetap menggunakan nama Soekarno
dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan
yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak
boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke
Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di
Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah
tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke
Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere
Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan
pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa
Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang
bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[ Tjokroaminoto bahkan memberi tempat
tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno
banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang
dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji
Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan
organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari
Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java
(Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di
harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School
(sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan
tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman
Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib
Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto
Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin
organisasi National Indische Partij.
Konon
: ayahanda Soekarno sebenarnya adalah Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan
Pakubuwono X. Nama kecil Soekarno adalah Raden Mas Malikul Koesno.
Beliau termasuk “anak ciritan” dalam lingkaran kraton Solo)
Sebagai seorang pemikir handal yang mempercayai suatu kehidupan alam
lain, beliau kerap mengasingkan diri dalam fenomena yang tak layak pada
umumnya, yaitu selalu bertirakat dari satu gua kumuh, bebukitan terjal,
hutan belantara hingga tempat wingit lainnya. Kisah ini terjadi pada
Jum’at legi, bulan Maulud 1937 H. Berawal dari sebuah mimpi yang
dialaminya.
Di suatu malam, beliau didatangi seekor naga besar yang ingin ikut serta
mendampingi hidupnya. Naga itu mengenalkan dirinya bernama, Sanca Manik
Kali Penyu, yang tinggal didalam bukit Gorong, kepunyaan dari Ibu Ratu
Nyi Blorong, yang melegendaris. Dengan kejelasan mimpinya, langsung
menemui KH. Rifai, yang kala itu sangat masyhur namanya. Lalu sang kyai
memberinya berupa amalan atau sejenis doa Basmalah, yang konon bisa
mewujudkan benda gaib menjadi nyata.
Lewat suatu komtemplasi dan proswsi ritual panjang, akhirnya Bung Karno,
ditemui sosok wanita cantik yang tak lain adalah Nyi Blorong sendiri.
“Andika..!!! Derajatmu wes tibo neng arep, siap nampi mahkota loro, lan
iki mung ibu iso ngai bibit kejembaran soko nagara derajat, kang
manfaati soko derajatmu ugo wibowo lan rejekimu serto asih penanggihan”
terang Nyi Blorong. Yang arti dari ucapan tadi kurang lebihnya : “Anakku
!! Sebentar lagi kamu akan menjadi manusia yang mempunyai dua derajat
sekaligus (Pemimpin umat manusia dan Bangsa gaib yang disebut sebagai
istilah / Rijalul gaib).
Saya hanya bisa memberikan sebuah mustika yang manfaatnya sebagai,
ketenangan hatimu, keluhuran derajat, wibawa, kerejekian serta
pengasihan yang akan membawamu dipermudah dalam segala tujuan” Mustika
yang dimaksud tak lain berupa paku bumi, jelmaan dari seekor naga sakti,
Sanca Manik, yang di dalam mulutnya terdapat satu buah batu merah
delima bulat berwarna merah putih crystal, symbol dari bendera merah
putih / negara Indonesia.
Sebagai sosok mumpuni sekaligus hobi dalam dunia supranatural, 7 bulan
dari kedapatan mustika Sanca Manik, beliau pun bermimpi kembali. Yang
mana di dalam mimpinya sosok Kanjeng Sunan KaliJaga beserta ibu Ratu
Kidul Pajajaran menyuruh Bung Karno, datang ke bukit Tinggi Pelabuhan
Ratu, Sukabumi – Jawa Barat.
“Datanglah Nak ketempatku..!!! Kusiapkan jodoh dari pemberian Putranda
(Nyi Blorong) yang kini telah kau terima, tak pantas melati tanpa
kembang kenanga, lelaki tanpa adanya wanita” Tentunya sebagai seorang
yang berpengalaman dalam pengolahan bathiniyah, Bung Karno, adalah salah
satu bocah yang sangat paham akan makna sebuah mimpi. Dalam hal ini
beliau menyakini bahwa yang barusan dialaminya adalah bagian dari
keneran.
Dengan meminta bantuan kepada, Kartolo Harjo, asal dari kota Pekalongan,
yang kala itu dianggap orang paling kaya, merekapun hari itu juga
langsung menuju lokasi yang dimaksud, dengan membawa sedan cw keluaran
tahun 1889. Kisah perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, ini cukup memakan
waktu panjang, pasalnya disetiap daerah yang dilaluinya Bung Karni,
selalu diberhentikan oleh seseorang yang tidak dikenal.
Mereka berebut memberikan sesuatu pada sosok kharismatik berupa pusaka
maupun bentuk mustika. Hal semacam ini sudah sewajarnya dalam dunia
keparanormalan sejak zaman dahulu kala, dimana ada sosok yang bakal
menjadi cikal seorang pemimpin. maka seluruh bangsa gaibiah akan dengan
antusiasnya berebut memamerkan dirinya untuk bisa sedekat mungkin
dengannya.
Untuk mengungkapkan lebih lanjut perjalanan Bung Karno menuju Pelabuhan
Ratu, yang dimulai pada hari Kamis pon, Ba’da Subuh, Syawal 1938H,
pertama kalinya perjalanan ini dimulai dari kota Klaten Jawa Tengah. Di
tengah hutan Roban, Semarang, beliau diminta turun oleh sosok hitam
berambut jambul, yang mengaku bernama, Setopati asal dari bangsa jin,
dan memberikan pusaka berupa cundrik kecil, berpamor Madura dengan besi
warna hitam legam. Manfaatnya, sebagai wasilah bisa menghilang. Juga
saat melintas kota Brebes dan Cirebon, beliau disuruh turun oleh (empat)
orang yang tidak di kenal
1. Benama Kyai Paksa Jagat, dari bangsa Sanghiyang, memberikan sebuah
keris beluk-5, manfaatnya sebagai wasilah, tidak bisa dikalahkan dalam
beragumen.
2. Bernama Nyai Semporo, asal dari Selat Malaka, yang ngahyang sewaktu
kejadian Majapahit dikalahkan oleh Demak Bintoro, beliau memberikan
sebuah tusuk konde yang dinamai, Paku Raksa Bumi, manfaatnya,
mempengaruhi pikiran manusia.
3. Bernama Kyai Aji, asal dari siluman Seleman, beliau memberikan sebuah
pusaka berupa taring macan, manfaatnya, sebagai kharisma dan kedudukan
derajat.
4. Bernama Ki Jaga Rana, memberikan sebuah batu mustika koplak, berwarna
merah cabe, manfaatnya sebagai daya tahan tubuh dari segala cuaca.
Lalu saat melintas hutan Tomo Sumedang, beliaupun dihadang oleh seorang
nenek renta yang mengharuskannya turun dari mobil, mulanya Bung Karno,
enggan turun, namun saat melaluinya untuk terus melajukan mobil yang
dikendarainya, ternyata mobil tersebut tidak bisa jalan sama sekali,
disitu beliau diberikan satu buah mustika Yaman Ampal, sebagai wasilah
kebal segala senjata tajam.
Juga saat melintas digerbang perbatasan Sukabumi, beliau dihadang oleh
segerombolan babi hutan, yang ternyata secara terpisah, salah satu dari
binatang tadi meninggalkan satu buah mustika yang memancarkan sinar
kemerahan berupa cungkup kecil yang didalamnya terdapat satu buah batu
merah delima mungil.
Sesampainya ditempat yang dituju, Bung Karno dan temannya mulai
mempersiapkan rambe rompe berupa sesajen sepati, sebagai satu
penghormatan kepada seluruh bangsa gaib yang ada di tempat itu, tepatnya
malam rabo kliwon, Bung Karno, mulai mengadakan ritual khususiah secara
terpisah dengan temannya, semua ini beliau lakukan agar jangan sampai
mengganggu satu sama lainnya dalam aktifitas menuju penghormatan kepada
bangsa gaib yang mengundangnya.
Dua malam beliau melakukan ritual tapa brata, dengan cara sikep kejawen
yang biasa dilakukannya saat menghadapi penghormatan kepada bangsa gaib,
lepas pukul 24.00, Seorang bersorban dan wanita cantik yang tiada tara
datang menghampirinya, mereka berdua tak lain adalah Sunan KaliJaga dan
Nyimas Nawang Wulan Sari Pajajaran, yang sengaja mengundangnya.
“Anakku..!! Dalam menghadapi peranmu yang sebentar lagi dimulai, ibu
hanya bisa memberikan sementara sejodoh mustika yang diambil dari dasar
laut Nirsarimayu (dasar laut pantai selatan sebelah timur kaputrennya)
ini mustika jodohnya dari yang sudah kamu pegang saat ini, gunakanlah
mustika ini sebagai wasilah kerejekian guna membantu orang yang tidak
mampu, sebab inti dari kekuatan yang terkandung didalamnya, bisa
memudahkan segala urusan duniawiah sesulit apapun” Lalu setelah berucap
demikian, kedua sang tokoh pun langsung menghilang dari pandangannya.
Kini tinggal Bung Karno, sendirian yang langsung menelaah segala ucapan
dari Ibu Ratu, barusan.
Didalam tatacara ilmu supranatural, cara yang dilakukan oleh Bung Karno,
diam menafakuri setelah kedapatan hadiah dari bangsa gaib tanpa harus
meninggalkan tempat komtemplasi terlebih dahulu, adalah suatu tatakrama
yang sangat dihormati oleh seluruh bangsa gaib dan itu dinamakan, Sikep
undur / tatakrama perpisahan.
Dari kejadian itu Bung Karno, langsung mengambil sikap diam dalam
perjalanan pulang sambil berpuasa hingga sampai rumah / tempat kembali
semula, cara seperti ini disebut sebagai, Ngaula hamba / mentaati
peraturan gaib supaya apa yang sudah dimilikinya bisa bermanfaat lahir
dan bathin.
Dalam kisah ini bisa diambil kesimpulan bahwa, segala sesuatunya bisa
bermanfaat, apabila disertai kerja keras dan tetap memegang penghormatan
dalam menggunakan apapun yang bersifat gaibiyah, bukan malah
sebaliknya, berandai-andai yang mengakibatkan kita jadi malas.
Kisah ini sudah mendapatkan ijin dari Ahlul Khosois, Habib Umar Bin
Yahya, Pekalongan, Habib Nawawi Cirebon, Habib Nur, Indramayu dan Mbah
Moh, dari Pertanahan Kebumen Jawa Tengah.
Perjalanan Sejarah Ir. Ahmad Soekarno dalam menentukan Pancasila sebagai
Lambang Negara dan 17 Agustus 1945 sbg Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia.
Perjalanan ini dimulai saat Anak Bung Karno yaitu Guntur Soekarno Putra
berumur 10 Tahun (Di Gunung Guntur Garut). Terjadilah dialog antara Bung
Karno dengan para Tokoh Spiritualnya itu. Setelah dialog itu lalu Bung
Karno pergi ke Gunung Salak – BOGOR yaitu di Taman Sari di dekat sebuah
Pohon Waru untuk berkhalwat, bermunajat kepada Allah SWT.
Khalwat Hari I (Pertama) BUNG KARNO
Dalam khalwat pada hari pertama itu, Bung Karno memohon bermunajat
kepada Allah SWT; Apakah kiranya yang akan dipakai sebagai Lambang
Negara Republik Indonesia ini? Pada hari itu tiba-tiba muncul se-ekor
Burung Elang Bondol dan mendarat di Pohon Waru. Bung Karno berpikir,
mungkinkah ini yang akan dijadikan Lambang Negara ? namun akhirnya Bung
Karno meneruskan kembali khalwatnya memohon petunjuk dari Allah SWT.
Khalwat Hari II (Kedua) BUNG KARNO
Khalwat pada hari ke-Dua itu mendarat se-ekor Burung Elang Laut di pohon
waru, yang besarnya melebihi Burung Elang Bondol. Saat Bung Karno
melihat burung itu, ia berpikiran mungkinkah ini, tetapi Bung Karno
akhirnya berpikiran mungkin bukan ini petunjuk dari Allah sebagai
Lambang Indonesia sehingga Bung Karno akhirnya melanjutkan lagi
khalwatnya.
Khalwat Hari III (Ketiga) BUNG KARNO
Pada khlawat hari yang ketiga itu tiba-tiba Bung Karno melihat dari atas
udara turun se-ekor Burung Elang yang dari jauh kelihatan kecil lama
kelamaan menjadi besar dan mendarat di Pohon Waru. Burung Elang itu
mempunyai Bentangan Sayap 1,5 – 1,8 Meter yang berwarna Emas.
Selanjutnya Burung Elang itu disebut juga Burung Rajawali yang merupakan
Burung khas Indonesia khususnya Jawa Barat.
Setelah melihat Burung Rajawali (Elang) yang sedemikian besar itu, lalu
Bung Karno meminta Petunjuk kepada Allah SWT. Jika Burung Rajawali ini
benar sebagai Lambang Negara Republik Indonesia, Bung Karno mohon
diberikan petunjuk dan tandanya. Sehingga pada saat itu tiba-tiba Burung
Rajawali itu Mengepakkan Sayapnya sebanyak 3 (tiga) kali sambil
mengangguk dan lalu berdiri sambil menunjukkan Dadanya. Selanjutnya Bung
Karno pada saat itu berkeyakinan bahwa Burung Rajawali itu sebagai
Lambang Negara Republik Indonesia.
Dialog Bung Karno tentang Lambang Negara
Setelah kejadian itu lalu Bung Karno mengadakan Dialog dengan Para Tokoh
Spritritual, antara lain:
Mama Amilin Abdul Jabbar berpendapat ; Burung Elang atau Rajawali
diganti namanya menjadi Burung Garuda. Eyang Santri Kalamullah
berpendapat; Burung itu adalah Burung Garuda dengan Bahasa Alam utk
Akhirat dan Agama. Dari Dialog itu maka Bung Karno bersepakat bahwa
Lambang Negara Republik Indonesia adalah Burung Garuda.
Dialog Hari Penentuan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada masa itu Bung Karno mengusulkan tanggal 15 Agustus 1945 adalah
sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. Tetapi Eyang Santri Kalamullah
mengusulkan Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agurtus 1945. Sehingga
pada rapat tersebut akhirnya semua sepakat bahwa 17 Agustus 1945
sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Adapun makna dari pada
tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut :
a. 17 ; berarti jumlah 17 Raka’at Shalat sehari semalam
b. 8 ; berarti 8 Arah Penjuru Mata Angin
c. 19 ; 19 huruf Hijaiyah BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
d. 45 ; berarti jika dijumlahkan menjadi angka 9 (sembilan) yang berarti
Wali Songo yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Bumi Nusantara
Dari hal ini saja mestinya kita harus Bangga bahwa sesungguhnya Negara
yang kita cintai ini yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri
atas KASIH dan SAYANG Allah SWT yang dilimpahkan untuk Bumi Nusantara
ini.
PHOTO DIBAWAH INI,bersama Haji AGUS SALIM
Dalam amanatnya pada hari peringatan Nuzulul Quran di Istana
Negara, 6 Maret 1961, ia mengaku pernah di tanya soal kepercayaannya
kepada tuhan."Apakah Bung Karno yang intelektual, Bung Karno yang
profesor, yang insinyur, yang dokter percaya adanya tuhan ? saya jawab
tegas ya saya percaya. Apa bukti tuhan ada ? saya berkata, sering saya
becakap-cakap dengan tuhan. saya sering meminta kepada zat itu, dan zat
itu sering memberikan kepadaku apa yang ku minta. Nah itulah satu bukti
nyata bagiku bahwa tuhan itu ada."
Soekarno sendiri mengakui pernah terjadi suatu evolusi iman pada
dirinya. ketika ia di dalam penjara sukamiskin."Di dalam penjara, ini
salah satu hikmah saya mempelajari agama. Sekeluar dari penjara sya
menjadi manusia yang mati-matian percaya kepada Allah dan Muhammad.
kejadian di Brastagih mempertebal keimananku lagi."
Juli 1955, bung karno menunaikan ibadah haji. Dalam kesempatan itu,
ia berziarah ke makam Rasulullah di Masjid Nabawi di Madinah, kemudian
melakukan shalat sunnah di Rudha tepat menempati mihrab Nabi dan berdoa
serta berdzikir. Setelah berhaji nama Bung Karno menjadi Haji Akbar
Ahmad Soekarno.
PHOTO DIBAWAH INI, KETIKA DI MASJID LENINGRAD (Th. 1960)
“Kalau kita makan daging babi sepotong kecil saja, maka
seluruh orang akan menyebut Anda kafir!. Tapi coba kalau Anda makan
harta anak yatim, memfitnah orang lain, berbuat syirik (menyembah lebih
dari satu Tuhan), tidak ada yang ribut!”, tulis Soekarno pada sebuah
sebuah majalah Islam di tahun 1940.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semasa
menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang
dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara
maraton dari bulan Mei sampai Juli di tahun 1956 ke negara-negara
Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat dan Swiss. Membuat
cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara
holistik dan menampilkannya sebagai negara baru merdeka[14]. Soekarno
membidik Jakarta sebagai wajah muka Indonesia terkait beberapa kegiatan
berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga
merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat
pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno
atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti
Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek yunior
untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui
sayembara
• Masjid Istiqlal 1951
• Monumen Nasional 1960
• Gedung Sarinah
• Wisma Nusantara
• Hotel Indonesia 1962
• Tugu Selamat Datang
• Monumen Pembebasan Irian Barat
• Patung Dirgantara
• Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan
sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide
arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk
melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah
Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara
besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi
umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat
untuk melakukan tawaf
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed
Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung
ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil
Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat
di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki
nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed
di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia,
seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan
ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed
di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal
Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk
mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara
Arab.
“Aku tidak pernah tahu, tidak pernah berkata akan jadi
pemimpin, karena aku adalah seorang yang bertindak pada penjajah, hanya
berkobarkan semangat dalam dada, pada saat terakhir aku meninggalkan
jasadku aku berkata, “Tidak akan aku tinggalkan tanahku, karena rakyatku
aku menjadi besar, karena guru-guru dan orang tuaku aku menjadi
pemimpin”.
Kekuasaan seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, baginya seperti
kehidupan di atas panggung. Berasal dari Allah SWT , tiada karena Allah
SWT.
BISMILLAHI MASYA ALLAHU LA YASUUQUL KHAIRA ILALLAH,
BISMILLAHI MASYA ALLAHU LA YASRUUFFUS SU'A ILALLAH, BISMILLAHI MASYA
ALLAHU LAA HAULA WALA KUWATA ILA BILLAHIL ALIYIL ADZHIM !