Sungkam Bung Karno pada Ibunda tercinta
Suatu pagi, diakhir Februari 1967, di sebuah ruang Istana Merdeka terjadi dialog yang mengharukan. Saat itu saat senja dalam kekuasaan Soekarno. Tak ada lagi cahaya terang yang banyak menyinarinya lagi. Semua seolah ikut meredup. Kekuasaannya digerogoti, kewenangannya dibatasi, kehormatannya mulai dilecehkan, keluarganya diteror mental, ajarannya dibuang dan foto-fotonya mulai diturunkan. “Saya akan bertobat, Kak”, kata Soekarno sambil mengucurkan air mata, dengan kedua belah tangannya diletakkan pada pundak sang kakak. Siapa sang kakak itu? Dia adalah Abdul Rachim, orang yang sudah dikenalnya sejak awal negeri ini berdiri. Abdul Rachim sudah seperti guru spiritual Soekarno, menurut Chairul Basri, orang yang dekat dengan sang kakak dan juga dengan Soekarno.******************************************************************************************************** Soekarno menitikkan air mata ketika dia berada dalam sebuah ruangan sempit di penjara Banceuy, Bandung tahun 1929. Dia terharu merasakan betapa dia harus mempelajari ajaran-ajaran Nabi Muhammad, yang kurang dia kenal. “Di sinilah pertama kali jiwaku insyaf akan agama”, katanya mengenang semasa di tahan di penjara Banceuy oleh Belanda. Di sana dia menemukan Islam. Dan di usia senjanya, dia kembali menitikkan air mata untuk mengingat, apakah dia menjalankan ajaran Nabi Muhammad SAW seperti yang dia ingini dahulu. ******************************************************************************************************* Dalam amanatnya pada hari peringatan Nuzulul Quran di Istana Negara, 6 Maret 1961, ia mengaku pernah di tanya soal kepercayaannya kepada tuhan."Apakah Bung Karno yang intelektual, Bung Karno yang profesor, yang insinyur, yang dokter percaya adanya tuhan ? saya jawab tegas ya saya percaya. Apa bukti tuhan ada ? saya berkata, sering saya becakap-cakap dengan tuhan. saya sering meminta kepada zat itu, dan zat itu sering memberikan kepadaku apa yang ku minta. Nah itulah satu bukti nyata bagiku bahwa tuhan itu ada." Soekarno sendiri mengakui pernah terjadi suatu evolusi iman pada dirinya. ketika ia di dalam penjara sukamiskin."Di dalam penjara, ini salah satu hikmah saya mempelajari agama. Sekeluar dari penjara sya menjadi manusia yang mati-matian percaya kepada Allah dan Muhammad. kejadian di Brastagih mempertebal keimananku lagi." Juli 1955, bung karno menunaikan ibadah haji. Dalam kesempatan itu, ia berziarah ke makam Rasulullah di Masjid Nabawi di Madinah, kemudian melakukan shalat sunnah di Rudha tepat menempati mihrab Nabi dan berdoa serta berdzikir. Setelah berhaji nama Bung Karno menjadi Haji Akbar Ahmad Soekarno.
Dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[ Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda) Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[ Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto. Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Konon : ayahanda Soekarno sebenarnya adalah Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X. Nama kecil Soekarno adalah Raden Mas Malikul Koesno. Beliau termasuk “anak ciritan” dalam lingkaran kraton Solo) Sebagai seorang pemikir handal yang mempercayai suatu kehidupan alam lain, beliau kerap mengasingkan diri dalam fenomena yang tak layak pada umumnya, yaitu selalu bertirakat dari satu gua kumuh, bebukitan terjal, hutan belantara hingga tempat wingit lainnya. Kisah ini terjadi pada Jum’at legi, bulan Maulud 1937 H. Berawal dari sebuah mimpi yang dialaminya. Di suatu malam, beliau didatangi seekor naga besar yang ingin ikut serta mendampingi hidupnya. Naga itu mengenalkan dirinya bernama, Sanca Manik Kali Penyu, yang tinggal didalam bukit Gorong, kepunyaan dari Ibu Ratu Nyi Blorong, yang melegendaris. Dengan kejelasan mimpinya, langsung menemui KH. Rifai, yang kala itu sangat masyhur namanya. Lalu sang kyai memberinya berupa amalan atau sejenis doa Basmalah, yang konon bisa mewujudkan benda gaib menjadi nyata. Lewat suatu komtemplasi dan proswsi ritual panjang, akhirnya Bung Karno, ditemui sosok wanita cantik yang tak lain adalah Nyi Blorong sendiri. “Andika..!!! Derajatmu wes tibo neng arep, siap nampi mahkota loro, lan iki mung ibu iso ngai bibit kejembaran soko nagara derajat, kang manfaati soko derajatmu ugo wibowo lan rejekimu serto asih penanggihan” terang Nyi Blorong. Yang arti dari ucapan tadi kurang lebihnya : “Anakku !! Sebentar lagi kamu akan menjadi manusia yang mempunyai dua derajat sekaligus (Pemimpin umat manusia dan Bangsa gaib yang disebut sebagai istilah / Rijalul gaib). Saya hanya bisa memberikan sebuah mustika yang manfaatnya sebagai, ketenangan hatimu, keluhuran derajat, wibawa, kerejekian serta pengasihan yang akan membawamu dipermudah dalam segala tujuan” Mustika yang dimaksud tak lain berupa paku bumi, jelmaan dari seekor naga sakti, Sanca Manik, yang di dalam mulutnya terdapat satu buah batu merah delima bulat berwarna merah putih crystal, symbol dari bendera merah putih / negara Indonesia. Sebagai sosok mumpuni sekaligus hobi dalam dunia supranatural, 7 bulan dari kedapatan mustika Sanca Manik, beliau pun bermimpi kembali. Yang mana di dalam mimpinya sosok Kanjeng Sunan KaliJaga beserta ibu Ratu Kidul Pajajaran menyuruh Bung Karno, datang ke bukit Tinggi Pelabuhan Ratu, Sukabumi – Jawa Barat. “Datanglah Nak ketempatku..!!! Kusiapkan jodoh dari pemberian Putranda (Nyi Blorong) yang kini telah kau terima, tak pantas melati tanpa kembang kenanga, lelaki tanpa adanya wanita” Tentunya sebagai seorang yang berpengalaman dalam pengolahan bathiniyah, Bung Karno, adalah salah satu bocah yang sangat paham akan makna sebuah mimpi. Dalam hal ini beliau menyakini bahwa yang barusan dialaminya adalah bagian dari keneran. Dengan meminta bantuan kepada, Kartolo Harjo, asal dari kota Pekalongan, yang kala itu dianggap orang paling kaya, merekapun hari itu juga langsung menuju lokasi yang dimaksud, dengan membawa sedan cw keluaran tahun 1889. Kisah perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, ini cukup memakan waktu panjang, pasalnya disetiap daerah yang dilaluinya Bung Karni, selalu diberhentikan oleh seseorang yang tidak dikenal. Mereka berebut memberikan sesuatu pada sosok kharismatik berupa pusaka maupun bentuk mustika. Hal semacam ini sudah sewajarnya dalam dunia keparanormalan sejak zaman dahulu kala, dimana ada sosok yang bakal menjadi cikal seorang pemimpin. maka seluruh bangsa gaibiah akan dengan antusiasnya berebut memamerkan dirinya untuk bisa sedekat mungkin dengannya. Untuk mengungkapkan lebih lanjut perjalanan Bung Karno menuju Pelabuhan Ratu, yang dimulai pada hari Kamis pon, Ba’da Subuh, Syawal 1938H, pertama kalinya perjalanan ini dimulai dari kota Klaten Jawa Tengah. Di tengah hutan Roban, Semarang, beliau diminta turun oleh sosok hitam berambut jambul, yang mengaku bernama, Setopati asal dari bangsa jin, dan memberikan pusaka berupa cundrik kecil, berpamor Madura dengan besi warna hitam legam. Manfaatnya, sebagai wasilah bisa menghilang. Juga saat melintas kota Brebes dan Cirebon, beliau disuruh turun oleh (empat) orang yang tidak di kenal 1. Benama Kyai Paksa Jagat, dari bangsa Sanghiyang, memberikan sebuah keris beluk-5, manfaatnya sebagai wasilah, tidak bisa dikalahkan dalam beragumen. 2. Bernama Nyai Semporo, asal dari Selat Malaka, yang ngahyang sewaktu kejadian Majapahit dikalahkan oleh Demak Bintoro, beliau memberikan sebuah tusuk konde yang dinamai, Paku Raksa Bumi, manfaatnya, mempengaruhi pikiran manusia. 3. Bernama Kyai Aji, asal dari siluman Seleman, beliau memberikan sebuah pusaka berupa taring macan, manfaatnya, sebagai kharisma dan kedudukan derajat. 4. Bernama Ki Jaga Rana, memberikan sebuah batu mustika koplak, berwarna merah cabe, manfaatnya sebagai daya tahan tubuh dari segala cuaca. Lalu saat melintas hutan Tomo Sumedang, beliaupun dihadang oleh seorang nenek renta yang mengharuskannya turun dari mobil, mulanya Bung Karno, enggan turun, namun saat melaluinya untuk terus melajukan mobil yang dikendarainya, ternyata mobil tersebut tidak bisa jalan sama sekali, disitu beliau diberikan satu buah mustika Yaman Ampal, sebagai wasilah kebal segala senjata tajam. Juga saat melintas digerbang perbatasan Sukabumi, beliau dihadang oleh segerombolan babi hutan, yang ternyata secara terpisah, salah satu dari binatang tadi meninggalkan satu buah mustika yang memancarkan sinar kemerahan berupa cungkup kecil yang didalamnya terdapat satu buah batu merah delima mungil. Sesampainya ditempat yang dituju, Bung Karno dan temannya mulai mempersiapkan rambe rompe berupa sesajen sepati, sebagai satu penghormatan kepada seluruh bangsa gaib yang ada di tempat itu, tepatnya malam rabo kliwon, Bung Karno, mulai mengadakan ritual khususiah secara terpisah dengan temannya, semua ini beliau lakukan agar jangan sampai mengganggu satu sama lainnya dalam aktifitas menuju penghormatan kepada bangsa gaib yang mengundangnya. Dua malam beliau melakukan ritual tapa brata, dengan cara sikep kejawen yang biasa dilakukannya saat menghadapi penghormatan kepada bangsa gaib, lepas pukul 24.00, Seorang bersorban dan wanita cantik yang tiada tara datang menghampirinya, mereka berdua tak lain adalah Sunan KaliJaga dan Nyimas Nawang Wulan Sari Pajajaran, yang sengaja mengundangnya. “Anakku..!! Dalam menghadapi peranmu yang sebentar lagi dimulai, ibu hanya bisa memberikan sementara sejodoh mustika yang diambil dari dasar laut Nirsarimayu (dasar laut pantai selatan sebelah timur kaputrennya) ini mustika jodohnya dari yang sudah kamu pegang saat ini, gunakanlah mustika ini sebagai wasilah kerejekian guna membantu orang yang tidak mampu, sebab inti dari kekuatan yang terkandung didalamnya, bisa memudahkan segala urusan duniawiah sesulit apapun” Lalu setelah berucap demikian, kedua sang tokoh pun langsung menghilang dari pandangannya. Kini tinggal Bung Karno, sendirian yang langsung menelaah segala ucapan dari Ibu Ratu, barusan. Didalam tatacara ilmu supranatural, cara yang dilakukan oleh Bung Karno, diam menafakuri setelah kedapatan hadiah dari bangsa gaib tanpa harus meninggalkan tempat komtemplasi terlebih dahulu, adalah suatu tatakrama yang sangat dihormati oleh seluruh bangsa gaib dan itu dinamakan, Sikep undur / tatakrama perpisahan. Dari kejadian itu Bung Karno, langsung mengambil sikap diam dalam perjalanan pulang sambil berpuasa hingga sampai rumah / tempat kembali semula, cara seperti ini disebut sebagai, Ngaula hamba / mentaati peraturan gaib supaya apa yang sudah dimilikinya bisa bermanfaat lahir dan bathin. Dalam kisah ini bisa diambil kesimpulan bahwa, segala sesuatunya bisa bermanfaat, apabila disertai kerja keras dan tetap memegang penghormatan dalam menggunakan apapun yang bersifat gaibiyah, bukan malah sebaliknya, berandai-andai yang mengakibatkan kita jadi malas. Kisah ini sudah mendapatkan ijin dari Ahlul Khosois, Habib Umar Bin Yahya, Pekalongan, Habib Nawawi Cirebon, Habib Nur, Indramayu dan Mbah Moh, dari Pertanahan Kebumen Jawa Tengah.
Perjalanan Sejarah Ir. Ahmad Soekarno dalam menentukan Pancasila sebagai Lambang Negara dan 17 Agustus 1945 sbg Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Perjalanan ini dimulai saat Anak Bung Karno yaitu Guntur Soekarno Putra berumur 10 Tahun (Di Gunung Guntur Garut). Terjadilah dialog antara Bung Karno dengan para Tokoh Spiritualnya itu. Setelah dialog itu lalu Bung Karno pergi ke Gunung Salak – BOGOR yaitu di Taman Sari di dekat sebuah Pohon Waru untuk berkhalwat, bermunajat kepada Allah SWT. Khalwat Hari I (Pertama) BUNG KARNO Dalam khalwat pada hari pertama itu, Bung Karno memohon bermunajat kepada Allah SWT; Apakah kiranya yang akan dipakai sebagai Lambang Negara Republik Indonesia ini? Pada hari itu tiba-tiba muncul se-ekor Burung Elang Bondol dan mendarat di Pohon Waru. Bung Karno berpikir, mungkinkah ini yang akan dijadikan Lambang Negara ? namun akhirnya Bung Karno meneruskan kembali khalwatnya memohon petunjuk dari Allah SWT. Khalwat Hari II (Kedua) BUNG KARNO Khalwat pada hari ke-Dua itu mendarat se-ekor Burung Elang Laut di pohon waru, yang besarnya melebihi Burung Elang Bondol. Saat Bung Karno melihat burung itu, ia berpikiran mungkinkah ini, tetapi Bung Karno akhirnya berpikiran mungkin bukan ini petunjuk dari Allah sebagai Lambang Indonesia sehingga Bung Karno akhirnya melanjutkan lagi khalwatnya. Khalwat Hari III (Ketiga) BUNG KARNO Pada khlawat hari yang ketiga itu tiba-tiba Bung Karno melihat dari atas udara turun se-ekor Burung Elang yang dari jauh kelihatan kecil lama kelamaan menjadi besar dan mendarat di Pohon Waru. Burung Elang itu mempunyai Bentangan Sayap 1,5 – 1,8 Meter yang berwarna Emas. Selanjutnya Burung Elang itu disebut juga Burung Rajawali yang merupakan Burung khas Indonesia khususnya Jawa Barat. Setelah melihat Burung Rajawali (Elang) yang sedemikian besar itu, lalu Bung Karno meminta Petunjuk kepada Allah SWT. Jika Burung Rajawali ini benar sebagai Lambang Negara Republik Indonesia, Bung Karno mohon diberikan petunjuk dan tandanya. Sehingga pada saat itu tiba-tiba Burung Rajawali itu Mengepakkan Sayapnya sebanyak 3 (tiga) kali sambil mengangguk dan lalu berdiri sambil menunjukkan Dadanya. Selanjutnya Bung Karno pada saat itu berkeyakinan bahwa Burung Rajawali itu sebagai Lambang Negara Republik Indonesia. Dialog Bung Karno tentang Lambang Negara Setelah kejadian itu lalu Bung Karno mengadakan Dialog dengan Para Tokoh Spritritual, antara lain: Mama Amilin Abdul Jabbar berpendapat ; Burung Elang atau Rajawali diganti namanya menjadi Burung Garuda. Eyang Santri Kalamullah berpendapat; Burung itu adalah Burung Garuda dengan Bahasa Alam utk Akhirat dan Agama. Dari Dialog itu maka Bung Karno bersepakat bahwa Lambang Negara Republik Indonesia adalah Burung Garuda. Dialog Hari Penentuan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Pada masa itu Bung Karno mengusulkan tanggal 15 Agustus 1945 adalah sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. Tetapi Eyang Santri Kalamullah mengusulkan Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agurtus 1945. Sehingga pada rapat tersebut akhirnya semua sepakat bahwa 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Adapun makna dari pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut : a. 17 ; berarti jumlah 17 Raka’at Shalat sehari semalam b. 8 ; berarti 8 Arah Penjuru Mata Angin c. 19 ; 19 huruf Hijaiyah BISMILLAHIRROHMANIRROHIM d. 45 ; berarti jika dijumlahkan menjadi angka 9 (sembilan) yang berarti Wali Songo yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Bumi Nusantara Dari hal ini saja mestinya kita harus Bangga bahwa sesungguhnya Negara yang kita cintai ini yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri atas KASIH dan SAYANG Allah SWT yang dilimpahkan untuk Bumi Nusantara ini. PHOTO DIBAWAH INI,bersama Haji AGUS SALIM
Dalam amanatnya pada hari peringatan Nuzulul Quran di Istana Negara, 6 Maret 1961, ia mengaku pernah di tanya soal kepercayaannya kepada tuhan."Apakah Bung Karno yang intelektual, Bung Karno yang profesor, yang insinyur, yang dokter percaya adanya tuhan ? saya jawab tegas ya saya percaya. Apa bukti tuhan ada ? saya berkata, sering saya becakap-cakap dengan tuhan. saya sering meminta kepada zat itu, dan zat itu sering memberikan kepadaku apa yang ku minta. Nah itulah satu bukti nyata bagiku bahwa tuhan itu ada." Soekarno sendiri mengakui pernah terjadi suatu evolusi iman pada dirinya. ketika ia di dalam penjara sukamiskin."Di dalam penjara, ini salah satu hikmah saya mempelajari agama. Sekeluar dari penjara sya menjadi manusia yang mati-matian percaya kepada Allah dan Muhammad. kejadian di Brastagih mempertebal keimananku lagi." Juli 1955, bung karno menunaikan ibadah haji. Dalam kesempatan itu, ia berziarah ke makam Rasulullah di Masjid Nabawi di Madinah, kemudian melakukan shalat sunnah di Rudha tepat menempati mihrab Nabi dan berdoa serta berdzikir. Setelah berhaji nama Bung Karno menjadi Haji Akbar Ahmad Soekarno.PHOTO DIBAWAH INI, KETIKA DI MASJID LENINGRAD (Th. 1960)
“Kalau kita makan daging babi sepotong kecil saja, maka seluruh orang akan menyebut Anda kafir!. Tapi coba kalau Anda makan harta anak yatim, memfitnah orang lain, berbuat syirik (menyembah lebih dari satu Tuhan), tidak ada yang ribut!”, tulis Soekarno pada sebuah sebuah majalah Islam di tahun 1940.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli di tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara baru merdeka[14]. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah muka Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek yunior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara • Masjid Istiqlal 1951 • Monumen Nasional 1960 • Gedung Sarinah • Wisma Nusantara • Hotel Indonesia 1962 • Tugu Selamat Datang • Monumen Pembebasan Irian Barat • Patung Dirgantara • Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol. Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
“Aku tidak pernah tahu, tidak pernah berkata akan jadi pemimpin, karena aku adalah seorang yang bertindak pada penjajah, hanya berkobarkan semangat dalam dada, pada saat terakhir aku meninggalkan jasadku aku berkata, “Tidak akan aku tinggalkan tanahku, karena rakyatku aku menjadi besar, karena guru-guru dan orang tuaku aku menjadi pemimpin”.Kekuasaan seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, baginya seperti kehidupan di atas panggung. Berasal dari Allah SWT , tiada karena Allah SWT.
BISMILLAHI MASYA ALLAHU LA YASUUQUL KHAIRA ILALLAH, BISMILLAHI MASYA ALLAHU LA YASRUUFFUS SU'A ILALLAH, BISMILLAHI MASYA ALLAHU LAA HAULA WALA KUWATA ILA BILLAHIL ALIYIL ADZHIM !
No comments:
Post a Comment