Benarkah Bung Karno Penganut Ahmadiyah ?
Tokoh politik dan tokoh agama pada umumnya dipegang oleh tokoh yang berlainan, tetapi rumusan ini tidak berlaku untuk sosok Bung Karno. Demikian tingginya nilai jual Bung Karno sehingga berbagai golongan saling berebut untuk menjadi pengikut Bung Karno, atau dengan tanpa rasa segan mereka menyebut Bung Karno menjadi pengikut aliran atau golongan yang mereka pimpin.
Ahmadiyah sebagai sebuah sekte keagamaan yang senantiasa menimbulkan kontro versi ternyata juga tidak segan-segan untuk mengklaim Bung Karno sebagai pengikutnya. Langkah ini diambil guna mempercepat pertumbuhan Ahmadiyah di Indonesia.
Bayangkan, entah untuk maksud diskredit, atau maksud mencari dukungan, Bung Karno pernah dikabarkan sebagai pendiri Ahmadiyah dan propagandis Ahmadiyah di bagian Celebes (Sulawesi). Bagi yang anti-Sukarno, berita itu bisa dijadikan alat untuk mendiskreditkannya. Sementara bagi penganut Ahmadiyah, “mencatut” nama besar Bung Karno sebagai pendiri Ahmadiyah, bisa menjadi alat propaganda yang luar biasa.
Kabar itu ditiupkan sekitar tahun 1935, tahun di mana Bung Karno (dan keluarga) hidup dalam pembuangan di Endeh. Kabar itu dibawa kawan Bung Karno yang baru datang dari Bandung. Ia mengabarkan bahwa suratkabar Pemandangan telah memasang entrefilet atau semacam maklumat yang menyebutkan bahwa Bung Karno telah mendirikan cabang Ahmadiyah sekaligus menjadi propagandis Ahmadiyah bagian Celebes (Sulawesi).
Saat kabar itu diterima, suratkabar Pemandangan belum lagi sampai di Endeh. Tapi Bung Karno percaya dengan si pembawa kabar. Karenanya, ia berpesan kepada temannya itu untuk langsung melakukan counter, bantahan. “Katakan, bahwa saya bukan anggota Ahmadiyah, jadi mustahil saya mendirikan cabang Ahmadiyah atau menjadi propagandisnya. Apalagi buat bagian Celebes! Sedangkan pelesir ke sebuah pulau yang jauhnya hanya beberapa mil saja dari Endeh, saya tidak boleh!” tegas Bung Karno.
Bung Karno sendiri menengarai, dikait-kaitkannya nama dia dengan Ahmadiyah, sangat mungkin karena intensitasnya mempelajari agama (Islam) selama di Endeh. Ia bersurat-suratan dengan H. Hassan, seorang ulama dari Persatuan Islam yang tinggal di Bandung. Surat-surat keagamaan antara Bung Karno dan Hassan bahkan menjadi kajian yang sangat menarik bagi para pemerhati Islam.
Sekalipun begitu toh, dalam salah satu surat Bung Karno kepada A. Hassan ia menyampaikan terima kasihnya kepada Ahmadiyah. Entah terima kasih untuk apa. Yang jelas, dalam surat tersebut, Bung Karno juga menuliskan sikapnya, “Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah seorang nabi dan belum percaya pula bahwa dia seorang mujadid.”
Itulah Bung Karno, Putera Sang Fajar yang terlahir dengan berbagai kontroversi, namun demikian tetap tidak dapat kita pungkiri bahwa Bung Karno adalah anugerah dari Allah SWT untuk bumi Pertiwi.
Salam: Soekarno
No comments:
Post a Comment