Pembangunan instalasi Rumah Sakit Militer di Nusantara pada awal abad 19
adalah salah satu bagian dari strategi militer Belanda dalam rangka
mendukung politik kolonialisme, untuk tetap mempertahankan tanah jakahan
Nederlands Indie, yang dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi.
Hal ini juga merupakan salah satu alasan mengapa diperlukan adanya suatu
Rumah Sakit' Lapangan serta tetap dipertahankannya instalasi Rumah
Sakit Militer meskipun fasilitas pelayanan kesehatan baik Rumah Sakit
Umum maupun Puskesmas sudah menyebar sampai ke pelosok pedesaan. Untuk
mengetahui lebih jauh alasan mengapa Pemerintah Kolonial Belanda
mendirikan marilah kita tengok sejenak lembaran sejarah, yang disarikan
dari tulisan yang pernah dimuat dalam buku "catur windu RSPAD Gatot
Soebroto' dan `45 tahun RSPAD Gatot Soebroto'.
Tempoe Doeloe
Tenang dan Sunyi. Jalan dr.Abdulrachman Saleh (waktu itu : Hospitaalweg)
belum dipadati manusia dan kendaraan parkir
MASA PENJAJAHAN BELANDA
Pada akhir abad ke 18, tepatnya tahun 1789 daratan Eropa digetarkan oleh
pecahnya Revolusi Perancis dibawah Napoleon Bonaparte. Perang terus
terjadi antara Perancis melawan Inggris, Rusia, Austria, Belanda dan
lain-lain. Gaung revolusi ini sangat kuat dan sangat ditakuti, akibat
lebih jauh dari revolusi ini telah membuat catatan sejarah dimana
Indonesia pernah menjadi wilayah koloni Inggris antara tahun 1811-1816.
Pada akhir abad ke 18 ini pula Verenigde Oost-Indische Companie (VOC)
atau lebih akrab dengan sebutan Kumpeni mengalami kebangkrutan, bukan
saja karena hutang-hutangnya yang banyak, adanya mismanajemen dan
korupsi tetapi juga kalah bersaing dengan East India Company (EIC) milik
orang-orang Inggris yang didukung kekuatan angkatan laut kerajaan
Inggris yang sangat kuat dan menguasai hampir seluruh lautan, sehingga
pada waktu itu tidak ada kapal¬kapal VOC yang sampai ke Indonesia. VOC
dibubarkan dan diambil alih oleh pemerintah Belanda pada tanggal 31
Desember 1799.
Dengan pengambil-alihan dan pembubaran VOC oleh pemerintah Belanda,
Raja Louis Napoleon, pada 1807 mengangkat Mr.Herman Willem Daendels
sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia dengan misi utama menyusun
pemerintahan dan melakukan reorganisasi angkatan perangnya untuk
meningkatkan ketahanan militer dalam menghadapi perjuangan bangsa
Indone¬sia untuk merdeka dan lepas dari kekuasaan penjajah Belanda serta
serbuan dari luar terutama Inggris. Pada awal Januari 1808, Daendels
yang pada saat itu masih menyandang Marsekal dalam angkatan bersenjata
Perancis tiba di Indonesia tepatnya di pulau Jawa. Daendels meminpin
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia dengan dinamika, cara dan
gaya seorang militer sehingga dia mendapat julukan "de Ijzeren
Maarschalk" atau marsekal besi.
Untuk meningkatkan ketahanan pemerintahannya, Gubernur Jenderal
Daendels bukan saja membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan yang
selesai dalam waktu satu tahun, tetapi juga memperkuat Militernya dan
salah satu upayanya adalah dengan membentuk Dinas Kesehatan Militer
(Militaire Geneeskundige Dients, MGD) dan mendirikan 3 Rumah Sakit
Militer (Groot-Militaire Hospitalen) masing-masing di Jakarta (bukan di
lokasi RSPAD sekarang), Semarang dan Surabaya. Selain itu juga dibangun
Rumah Sakit Garnizun di dalam atau di dekat tangsi militer.
Daendels dalam membangun Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Militer dibantu
oleh J.Heppener salah seorang murid Prof.Brugmans seorang organisator
ulung dan pembaharu dinas kesehatan militer di Eropa, yang memasukan
fungsi kesehatan preventif dalam dinas kesehatan militer (MGD). Rumah
Sakit dibangun menurut petunjuk Brugmans, misalnya : bangunan yang luas,
sistim ventilasi yang memudahkan sirkulasi udara. "Gangraena
Nosocomialis" harus dicegah dengan jarak penempatan tempat tidur yang
cukup jauh, baju pasien dan perlengakapan tempat tidur harus sering
diganti, bangsal harus bersih, makanan harus bergizi dan pasien
dipisahkan menurut jenis penyakitnya.
Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke Belanda, dan pada
bulan September 1811 pulau Jawa diserbu dan dikuasai Inggris dan Thomas
Stamford Rafles seorang ilmuwan, diangkat menjadi Letnan Gubernur Jawa.
Penjajahan Inggris berlangsung sampai tahun 1816.
Pembangunan Groot Militair Hospital Weltevreden. Telah dikemukakan di
atas bahwa Daendels membangun tiga rumah sakit militer besar di Jawa
(Jakarta, Semarang dan Surabaya). Di Jakarta, dimana? Kapan dibangun ?
Dari buku karangan Dr. D.Schoute disebutkan bahwa "buiten¬hospitaal" ex
VOC-lah yang mula-mula dijadikan RS Militer besar. Disamping itu disebut
juga Militair Hospitaal Meester Cornelis (Jatinegara) dan Weltevreden
(bukan di lokasi RSPAD sekarang) kedua RS ini dibangun dalam tangsi dan
dipimpin oleh seorang bintara sebagai "managemeester". Jadi bukan RS
dalam arti yang sebenarnya.
Pada tahun 1819 jumlah tempat tidur RS ini ditingkatkan dari 222 TT
menjadi 400 TT, jumlah ini pada tahun 1825 sudah tidak memadai karena
jumlah anggota militer yang dirawat semakin banyak sebagai akibat
semakin gencarnya perjuangan bangsa Indonesia yang menginginkan
kemerdekaan (perang Maluku, perang Palembang, perang Bone, perang
Paderi, Perang Diponegoro dan sebagainya).
Adanya perubahan kebijakan dari Kabinet Gubernur Jenderal, memaksa Groot
Militaire Hospitaal dipindahkan ke lokasi RSPAD sekarang yang terdiri
atas
Enam bangsal perawatan sepanjang 837 kaki, dimana untuk setiap pasien diperhitungkan kebutuhannya 21/4 kaki.
- Bangsal perawatan pasien penyakit jiwa. Bangsal perwira
sepanjang 112 kaki yang dihubungkan dengan bangunan untuk perwira jaga
dan kantor sepanjang 30 kaki.
- Sebuah Apotik dan rumah dinas untuk Apoteker.
- Rumah mandi dan rumah dinas untuk "badmeester"
- Kamar Jenazah.
- Dapur dan rumah tinggal Juru Masak.
- Gudang pakaian, rumah portir dengan tempat jaga.
- Kandang kuda dengan tempat keretanya ditambah dua bangunan masing-masing untuk pekerja kasar dan tempat tahanan pekerja.
Pembangunan RS ini berjalan agak lama dan menurut catatan D.Schoute
diperkirakan selesai pada bu/an Oktober 1836. Disinilah perkembangan
ilmu, penelitian dan pendidikan kedokteran dimulai. Peristiwa besar
terjadi dimana pada tahun 1896 Dr.C.Eykman dapat memastikan de/is/ens/
makanan sebagai penyebah penyakit Beri-beri dan menemukan Vitamin B,
atas penemuannya Eykman dianugerahi Hadiah Nobel pada tahun 1929. Di RS
Militer ini pulalah Pendidikan Dokter Jawa dirintis dan kemudian dikenal
dengan STOVIA (School tot Opleiding van Indlandsche Artsen atau Sekolah
Pendidikan Dokter Pribumi).
Militerisasi pe/ayanan kesehatan ber/angsung hampir satu abad. Dan baru
pada tahun 1911 didirikan Dinas Kesehatan Sipil dan tahun 1919 dibanguan
Centrale Burgelijke Ziekeninrichting (CBZ) Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Cipto Mangunkusumo, atau delapan puluh tiga tahun setelah RS
Militer Jakarta (RSPAD sekarang). Bangunan lama yang sekarang tetap
dipertahankan adalah bangunan yang saat ini digunakan sebagai /nsta/asi
Farmasi RSPAD Gatot Soebroto.
Masa Penjajahan Jepang - Revolusi
Fisik / Kemerdekaan.
Pada tanggal 8 Maret 1942, Angkatan Perang Hindia Belanda di bawah
pimpinan Letnan Jenderal H. Ter Poorten menyerah kepada tentara Jepang
di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitosyi Imamura. Sejak saat itu
berakhirlah Pemerintahan Hindia Belanda di tanah air Indonesia tercinta
dan digantikan oleh Pemerintahan Dai Nipon Sang Saudara Tua. Namun RS
Militer ini selama pemerintahan Jepang tetap berfungsi sebagai RS
Militer dibawah komando Angkatan Darat (Rikugun) Jepang sebagai Penguasa
Militer Jawa dan kemudian dikenal sebagai Rikugun Byoin.
Jepang dipaksa menye¬rah kepada Tentara Sekutu pada tanggal 15 Agutus
1945 setelah Hiroshima dan Naga-saki dijatuhi Bom atom. Dan pada
tanggal 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Indonesia dipro¬klamirkan ke seluruh
penjuru tanah air. Namun dunia khu¬susnya Belanda masih belum mengakui
kedaulatan Indone¬sia, akhirnya pusat pemerin¬tahan Republik Indonesia
dipindahkan ke Yogyakarta dan Rikugun Byoin (RS Militer) kembali kembali
dikuasi oleh KNIL dan berubah menjadi Militaire Geneeskundige Dienst
(Rumah Sakit Jawatan Kesehatan Angkatan Darat) dan terkenal dengan nama
lain "Leger Hospitaal Batavia" yang terletak dijalan Hospitaal Weg,
sekarang JI. dr. Abdul Rahman Saleh.
Persiapan Penyerahan Mil/ta/re Genee Skund/ge d/Enst (Leger Hosp/ital Batavia) Kepada Tentara Nasional Indonesia.
Kolonel Dokter Suselo Wirjosaputro
KOLONEL DOKTER SUSELO WIRJOSAPUTRO adalah dokter TNI pertama yang
masuk ke Militaire Geneeskundige Dienst (Januari 1950), beliau diberi
tugas untuk melakukan persiapan penyerahan Rumah Sakit ini dari Pihak
Militer Belanda kepada TNI, berkenaan dengan pengakuan kedaulatan
Republik Indone¬sia pada 29 Desember 1949 sesuai hasil Koferensi Meja
Bundar KMB) di Den Haag Belanda yang juga memutuskan pengalihan berbagai
instalasi militer di Indonesia, antara lain Militaire Geneeskundige
Dienst Oost Java (sekarang Kesdam V Brawijaya) dan Militaire Hospitaal
di Malang (sekarang Rumkit Soepraoen) pada bulan April 1950.
Leger Hospitaal Batavia (Rumah Sakit Tentara Belanda) pada waktu itu
berkapasitas 1000 tempat tidur, lengkap dengan bagian anak dan bersalin.
Bahkan di bagian Radiologi telah dilengkapi dengan peralatan Rontgen
untuk terapi dan untuk pemeriksaan massal Masschess Unit serta alat
Radium untuk terapi kanker rahim, selain itu dibagian fisioterapi telah
pula dilengkapi dengan alat fisioterapi elektronik. Dengan fasilitas
perawatan yang ada pada waktu itu, Rumah Sakit ini terbilang paling
lengkap dan modern.
Pada tahun 1950 Rumah Sakit yang dipimpin oleh Kolonel Dr. Van Bommel
ini memiliki 60 tenaga dokter (10 diantaranya dokter spesialis), 300.
perawat Belanda dan 300 orang pembantu perawat berkebangsaan Indonesia
serta tenaga-tenaga bantuan lain yakni petugas dapur, pencucian, tukang
kebun dan tenaga bantuan lainnya. Salah satu tenaga spesialis yang
ternyata dapat lebih lama bekerja di Rumah Sakit ini adalah dokter
Borgers, seorang dokter spesialis bedah.
Dalam mempersiapkan penyerahan Leger Hospitaal kepada TNI, Kolonel
Dr.Suselo dibantu oleh Letkol Dr.Marsetio ahli penyakit mata dan Letkol
Dr. Senduk ahli Bedah serta dokter Iman Sudjudi ahli kebidanan dan
kandungan. Sebagai calon perwira Staf terdiri dari Kapten Lumingas dan
Kapten Senduk (famili dokter Senduk). Selain itu Kol Dr Suselo membawa
Staf Pembantu dari RST Slawi yaitu I.Sriyatno (sekarang Letkol
Purnawirawan), Nn.Asmini Murti (kemudian menjadi isteri Dr.Yusuf
Djajakusuma dan menjadi dokter ahli ilmu penyakit anak), Ny.Ali Murtolo,
Kapten Dwidjosumarto dan Sudarto. Tim yang dipimpin Kol Dr.Suselo
semula berkantor di Ruang Tamu Asrama Putri (lokasinya di Unit Rehab
Medik sekarang), kemudian pindah ke lantai 2 bagian kebidanan (sekarang
digunakan untuk Akademi Kebidanan).
Pembicaraan tentang persiapan penyerahan Rumah Sakit pada awalnya
berjalan lancar, namun selanjutnya sering terjadi kemacetan yang
disebabkan beberapa masalah yang tidak mendapat kesepakatan kedua pihak.
Perlu kiranya kita ketahui bahwa kol Dr.Suselo Wiryosaputro adalah
seorang nasionalis sejati yang idealis dan memiliki kepribadian amat
kuat sehingga oleh pihak KNIL terkadang dinilai kurang kooperatif. Oleh
karena itu untuk kelancaran serah terima rumah sakit, Pimpinan Jawatan
Kesehatan kemudian menunjuk Letkol Dr.Satrio menggantikan Kolonel
Dr.Suselo untuk mempersiapkan serah terima Leger Hospitaal.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Letkol Dr.Satrio adalah melanjutkan
pekerjaan persiapan dari apa yang tekah dilaksanakan oleh Kol. Dr.
Suselo dan melakukan observasi di RST Belanda.
- Persiapan Tambahan. Untuk menyempurnakan persiapan secara baik,
KOL. DR. SATRIO mencari calon Kepala Perawat yang diharapkan mampu
memimpin ..perawat-¬perawat Belanda dan seorang Komandan Markas RST yang
akan menjamin tegaknya disiplin di RST terutama personel militer eks
KNIL dan juga dapat berhubungan baik dengan orang orang Belanda. Sebagai
calon Kepala Perawat dipilih Zuster Djudju Sutanandika yang telah
berpengalaman memimpin Asrama Pendidikan di RSUP Jakarta dan sebagai
Komandan Markas Kapten Drs.Djaka Sutadiwiria bekas ajudan Letkol
Dr.Satrio di Brigade Tir¬tayasa, Banten. Untuk persiapan Tim ini
berkantor di Pavilyun B (lokasi Medical Check Up dan ICU sekarang).
- Observasi di Rumah Sakit Tentara Belanda.
Setiap pukul 04.00 pagi, aktivitas rumah
sakit sudah mulai, suara kereta makanan yang membawa sarapan pasien
dari dapur ke seluruh penjuru ruang perawatan (zaal). Begitu matahari
mulai terbit petugas teknik berkebangsaan (tali bernama Philippo mulai
memadamkan lampu-lampu taman serta mengontrol sarana teknik di Rumah
Sakit Tentara. Demikian pula Letnan Solomo yang membawahi personel
militer RST (hospital soldaten) dan para tukang kebun dan sebagainya
mulai melakukan pekerjaan yang menjadi kewajibannya. Dari Tim Persiapan
Penyerahan RST telah mulai mengadakan pembicaraan dengan para petugas
RST sesuai bidang tugasnya (Kapten Senduk dan kapten Lumingas
menghubungi bagian perbekalan dan keuangan, sedangkan Kapten
Dwijosumarto menghubungi Bagian Tata Usaha RST). Dengan kerja keras dan
keuletan para anggotanya, Tim dibawah pimpinan Letkol Dr.Satrio berhasil
melakukan persiapan dengan baik dan menyatakan siap melakukan serah
terima pada tanggal 26 Juli 1950.
UPACARA SERAH TERIMA MIL/TA/RE GENEESKUNDIGE D/ENST (LEGER HOSPITAAL BATAVIA).
Kepala RST Belanda Kolonel Dr.Van Bommel telah dipanggil pulang ke Belanda dan digantikan oleh Letkol Dr. Scheffers.
Pada tanggal 26 Juli 1950 Letkol Dr.Satrio telah siap di lapangan
upacara dibawah pohon beringin (dihalaman Instalasi Farmasi sekarang).
Letkol Dr.Satrio didampingi oleh Letkol Dr.Marsetio dan Letkol Dr.Senduk
serta sekitar 20 orang perawat wanita serta beberapa orang staf. Letkol
Dr.Scheffers didampingi oleh anggota eks KNIL yang akan ikut diserah
terimakan bersama dengan RST dan Perwira Paramedik tertua Letnan Satu
Morgan.
Tamu yang diundang dan hadir adalah Kepala Staf TNI AD Kolonel AH
Nasution, Kepala Jawatan Kesehatan TNI AD Letkol Dr.Azis Saleh dan para
perwira Staf Umum serta para Perwira Staf Jankesad. Para tamu ini
ditempatkan diserambi ruang makan RST (sekarang Pav. Dr.Darmawan PS).
Sedangkan tamu-tamu Belanda terdiri dari para perwira Tinggi Tentara
Belanda yang juga ditempatkan di serambi ruang makan RST.
Upacara Serah Terima dilaksanakan setelah Kepala Jawatan Kesehatan
TNI AD Letkol Dr.Azis Saleh memasuki tempat upacara. Upacara itu sendiri
berjalan dengan amat sederhana. Tidak ada korp musik, tidak ada upacara
bendera dan tidak terlihat adanya suasana yang meriah atau pesta.
Maklum bagi Tentara Belanda, hari itu merupakan hari terakhir mereka
mengakhiri kewenangan dan keberadaannya di RST yang besar ini.Naskah
serah terima telah disiapkan sesuai kesepakatan. Setelah memberikan
sambutan ingkatnya yang penuh keharuan serta keraguan akan kelangsungan
RST Letkol.Dr.Scheffers menandatangani naskah serah terima. Dan setelah
menandatangani naskah serah terima, Letkol Dr.Satrio menyampaikan pidato
singkat yang isinya antara lain menyatakan meskipun terasa berat, kita
akan berusaha keras untuk mempertahankan keberadaan dan memajukan Rumah
Sakit ini.
26 Juli 1950
Serah Terima dari Letkol dr.Scheffer kepada dr.Satrio. Groot Militair
Hospitaal Weltervreden menjadi RSTP. Sejarah dan tradisi RS ini selama
114 tahun (1836 – 1950) ditutup. Kita mulai dengan lembaran baru.
Kemerdekaan, kemenangan dan harapan.
Sejak saat itu Leger Hospitaal Batavia resmi masuk dalam jajaran
Djawatan Kesehatan Tentara Angkatan Darat (DKTAD) dengan nama Rumah
Sakit Tentara Pusat disingkat RSTP.
Rumah Sakit Tentara Pusat di Era Onde Lama (1950 -1966)
Setelah Leger Hospitaal resmi diserahkan kepada TNI dan berubah nama
Rumah Sakit Tentara Pusat yang disingkat RSTP, Letkol Dr.Satrio memimpin
RSTP ini dan menempati Rumah Dinas di Jl. Lapangan Banteng Barat No.32,
bekas rumah dinas dokter Borgers (di lokasi ini sekarang bediri Kantor
Departemen Agama RI).
Selaku Pimpinan baru Letkol Dr.Satrio melakukan berbagai tindakan antara lain :
- Melakukan tindakan yang berdampak psikologi, dengan mengangkat
Zr.Djudju Sutanandika sebagai Kepala Perawatan (Direktris) yang
telah mengenal sebagian besarsustersuster Belanda. Kemudian mengadakan
briefing kepada para suster Belanda. Briefing diberikan dalam
bahasa Belanda berisi falsafah kedokteran yang berdasarkan
perikemanusiaan dan tidak diskriminatif, membuat para suster
Belanda menjadi senang dan memberikan ketenangan.
- Melakukan koordinasi dengan Rumah Sakit Umum Pusat yang waktu
itu telah diambil alih oleh dokter Sartono Kertopati untuk melakukan
pengisian tenaga ahli guna mengelola bagian-bagian spesialis.
Selanjutnya masuklah Prof.Asikin, Prof.Sukaryo, Prof.Johanes menjadi
dokter konsulen untuk Interne, Bedah dan Radiologi. Sedangkan Dr.Iman
Sudjudi sebagai Kepala Bagian Kebidanan dan Kandungan, dr.Muh Sugiono
(pediatri), dr.Sukasah (THT), dr.Sumantri Hardjoprakoso (psikiatri),
Prof.Sutomo (patologi), dr.Djuwari (bagian penyakit kulit dan kelamin),
dr.Agoes (bagian tuberkulose/paru), dan Kolonel Drg.Moestopo (bagian
Gigi dan Mulut). Selain itu dimanfaatkan potensi para Sarjana Kedokteran
antara lain Drs.Djaka Sutadiwiria, Drs. Osman Odang (pediatri),
Drs.Muhardono (kebidanan dan kandungan), Drs. Haryono (bedah),
Drs.F.Pattiasina (patologi), Drs.Harnopidjati, Drs.Mulyoto,
Drs.Suwardjono Suryaningrat, Drs.Amino, Drs.Sumantri, mereka diangkat
dengan pangkat Kapten.
- Untuk meningkatkan wawasan para dokter diselenggarakan pertemuan
klinik yang dihadiri para dokter RSTP dan RSU, dengan "Early
Mobilisation" sebagai topik pertama dan disampaikan oleh dokter Senduk.
Selain itu juga diterbitkan Majalah Kesehatan Angkatan Perang, yang
mampu terbit sampai beberapa tahun kedepan.
- Mendirikan pendidikan perawat dan dengan bantuan Miss Murray
seorang perawat yang ahli dalam "Nursing Education and Training"
didirikan Sekolah Perawat RSTP pada tahun 1951. Saat ini berkaitan
dengan perkembangan jaman Sekolah Perawat telah berkembang menjadi
Akademi Perawat dan Akademi Kebidanan.
Pada tanggal 1 Maret 1952, Letkol dr.Satrio menyerahkan jabatan Kepala
RSTP kepada LETKOL CKM DR.REKSODIWIRJO WIJOTOARDJO. Dikarenakan kondisi
politik dan ekonomi pada saat itu selama masa kepempimpinan dokter
reksodiwirjo dai 1 Maret 1952 sampai 26 Juni 1956 RSTP terkesan berjalan
di tempat. Kondisi saat itu sangat tidak memungkinkan untuk melakukan
peningkatan dan pembangunan Rumah Sakit Tentara Pusat.
Sesuai kondisi perkembangan organisasi Djawatan Kesehatan Tentara
Angkatan Darat (DKTAD) berubah menjadi Djawatan Kesehatan Angkatan Darat
(DKAD), nama Rumah Sakit Tentara Pusat (RSTP) dirubah menjadi Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat disingkat RSPAD, nama ini tetap dipergunakan
sampai tahun 1970.
Pada tanggal 25 Juni 1956 Letkol.Dr.Reksodiwirjo mengundurkan diri
dari dinas militer dan menyerahkan jabatannya kepada Letkol Dr.MUHAMMAD
TAREKAT PRAWIROWIJOTO.
Pada masa kepemimpinan Letkol Dr.Mohammad Tarekat Prawirowijoto (25 Juni
1956 sampai dengan 7 Februari 1959) masa sulit yang disebabkan oleh
kondisi politik dan ekonomi saat itu masih sangat mempengaruhi. Hanya
anggaran untuk gaji pegawai yang diterima secara rutin ,tepat waktu.
Pemeliharaan bangunan
dilaksanakan oleh Zeni yang karena terbatasnya anggaran, hanya mampu
melakukan sedikit pemeliharaan bangunan, sedangkan untuk makan pasien
tidak ada masalah karena dilaksanakan oleh Intendans Komando Militer
Kota Besar Jakarta Raya (KMKBDR) sebagai penguasa areal service,
meskipun pembayaran kepada leveransir bahan makanan sering terlambat,
atas dasar keluhan leveransir dilakukan koordinasi dengan pihak
Intendans KMKBDR.
Pada tahun 1957 RSPAD mendapat tambahan 3 orang dokter lulusan Belanda,
dua diantaranya sudah spesialis yaitu : Dr.Noor (Ahli Paru), Dr.Sularjo
(ahli THT) dan Dr.Sajoko. Bersamaan dengan penambahan tenaga ahli,
sebagian dari mereka dikirim ke daerah operasi untuk menanggulangi
pemberontakan PRRI dan pemberontakan lainnya. Pertemuan klinik yang
dicetuskan dokter Satrio terus berjalan bahkan diperluas dengan
melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Angkatan Laut. Selain itu setiap
hari Sabtu dilaksanakan pertemuan yang diikuti oleh bagian perawatan,
kepala ruangan, bagian apotik dan detasemen markas untuk menghasilkan
koordinasi yang dapat menunjang pelaksanaan tugas.
Letjen TNI Gatot Soebroto
Wakil Kepala Staf TNI AD
Pada tahun 1957 atas prakars, LETJEN TNI GATOT SOEBROTO yang pada waktu
itu menjabat sebagai Wakil Kepala Staf TNI AD dibangun sarana bengkel
ortopedi, fisioterapi, lapangan olah raga (basket), asrama. Beliau juga
memindahkan bengkel ortopedi yang ada di RST Dustira berikut 3 orang
personelnya. Bengkel ini dibangun di "pulau" dan dilokasi ini sekarang
dibangun Ruang Perawatan Jiwa. Tujuan pembangunan bengkel ortopedi ini
tak lain dan tak bukan sebagai salah satu peningkatan kesejahteraan
Prajurit khususnya mereka yang karena melak¬sanakan tugas terpaksa
kehilangan atau mengalami penurunan fungsi anggota badan. Karena
besarnya perhatian kepada RSPAD Gatos Soebroto inilah maka sangatlah
tepat nama beliau diabadikan menjadi Nama Rumah Sakit ini.
Pada tanggal 7 Pebruari 1959 jabatan Kepala RSTP diserahterimakan dari Kolonel dr.Muhammad Tarekat kepada Kolonel Dr.RM.PARTOMO.
Kolonel Dr.RM.Partomo
Sampai berakhirnya masa pemerintahan Orde lama, RSPAD Gatot Soebroto
belum banyak pembangunan, namun setelah pemerintahan Orde Baru dibangun
berbagai fasilitas dengan biaya dari Departemen Pertahanan Keamanan,
antara lain Paviliun Perawatan Pati (dibangun mulai TA.1964/1965,
selesai dan dipergunakan pada tahun 1967) tempat dimana Presiden RI
pertama Ir Soekarno dirawat (sekarang digunakan sebagai Pavilyun
Dr.Darmawan), Kamar Bersalin (1968) yang sekarang telah dibongkar dan
dijadikan sarana perparkiran, ruang Perawatan Anak (selesai dan
diresmikan tahun 1972 oleh Wakasad Letjen TNI Oemar Wirahadikoesoemah).
RSPAD Gatot Soebroto di Era Orde Baru (1966 - 1998)
Di era orde baru, RSPAD Gatot Soebroto memulai mengadakan
pengembangan secara signifikan, baik pengembangan fisik khususnya sarana
prasarana, organisasi dan sumber daya manusia. Dibidang pelayanan
kesehatan RSPAD memasuki era tehnologi tinggi. Karena bersamaan dengan
pembangunan fisik bangunan dilengkapi pula dengan peralatan medis baru
berteknologi tinggi.
Pada era ini pula organisasi RSPAD berkembang, meskipun kedudukannya
tetap dibawah Jawatan Kesehatan TNI AD, RSPAD yang semula dipimpin oleh
Perwira Menengah berpangkat Kolonel, dipimpin seorang Perwira Tinggi
bintang satu, adalah Dr.Partomo yang kemudian dinaikan pangkatnya dari
Kolonel menjadi Brijen TNI pada tahun 1969.
Pada tanggal 7 Desember 1970 Brigjen Dr.RM.Partomo menyerahkan jabatan Kepala RSPAD kepada KOLONEL Dr. FRANS PATTIASINA.
Kolonel Dr. Frans Pattiasina
Untuk memberikan penghargaan dan
sumbangsih bagi Prajurit Presiden Suharto menetapkan kebijaksanaan
tentang Pembangunan RSPAD Gatot Soebroto menjadi Rumah Sakit yang modern
secara bertahap dengan biaya bantuan Presiden, yang diawali dengan
ditetapkannya Tim Pembangunan RSPAD Gatot Soebroto dengan Keppres Nomor
31 Tahun 1971. Ditetapkan dalam Keppres Mayjen TNI Dr.Roebiono Kertopati
sebagai Ketua Dewan Pengawas, Brigjen TNI Dr. RM Partomo sebagai Ketua
Direksi Pelaksana dan Kepala RSPAD Gatot Soebroto sebagai anggota.
Pada tanggal 17 Nopember 1971 dilakukan peletakan batu pertama
pembangunan Unit Perawatan Umum dan pada tanggal 25 Nopember 1971
dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Unit Perawatan Bedah.
Guna menghormati dan mengenang jasa Letjen TNI Gatot Soebroto, dengan
Surat Keputusan Kasad Nomor : Skep/582/X/1970 tanggal 22 Oktober 1970
nama beliau ditetapkan sebagai nama RSPAD dan sejak saat itu rumah sakit
ini bernama "Rumah Sakit Gatot Soebroto" disingkat RSGS.
Pelaksanaan pembangunan terus berlanjut meskipun jabatan Kepala RSPAD
Gatot Soebroto pada tanggal 25 Agustus 1972 diserah terimakan dari
Brigjen TNI Dr.Pattiasina kepada KOLONEL Dr. R. DARMAWAN PS.
Brigjen TNI Dr. R Darmawan PS, belum lagi setahun memimpin RSPAD harus
menyerahkan jabatan Ka RSPAD kepada KOLONEL Dr.RA JUSUF DJAJAKUSUMA pada
tanggal 2 Juli 1973, karena diangkat menjadi Kepala Jawatan Kesehatan
TNI AD.
Brig/en R. Darmawan PS
25 Agustus 1972 - 2 Jul, 1973
Unit Perawatan Umum yang dikenal dengan Unit I / PU, terdiri atas 6
lantai dengan luas bangunan 13.950 m2 dan berkapasitas 298 tempat tidur
yang dibangun sejak Nopember 1971 telah selesai dan diresmikan
penggunaannya pada tanggal 28 Oktober 1974 oleh Jenderal TNI Suharto,
Presiden RI pada waktu itu.
Pada tanggal 20 Mei 1976 diresmikan penggunaan Unit Perawatan Bedah.
Bangunan ini pada lantai I dan II untuk pelayanan Poliklinik dan Kamar
Bedah Pusat, sedangkan lantai III digunakan sebagai Ruang Rawat VVIP dan
VIP serta Unit Stroke, sedangkan lantai IV sampai dengan VI digunakan
untuk perawatan pasca bedah kelas I, II dan III.
Masih dalam tahun 1976 tepatnya tanggal 6 Nopember 1976 diresmikan
Asrama Perawat oleh Ka Puskes ABRI atas nama Menhankam/Pangab, bangunan
dengan 8 lantai dengan luas 6.820 m2 dan mampu menampung 308 personel
ini terletak di JI.Dr.Abdul Rahman Saleh No.16, karena lokasinya dikenal
dengan nama Asrama 16
Tahun 1977 telah selesai pula dibangun unit-unit penunjang meliputi,
Unit Dapur, Laundry, Boiler, Gudang Bahan Makanan, dan Kantin Umum (15
Februaru 1977) serta Sentral Telepon (selesai 27 Agustus 1977).
Dalam tahun 1977 juga dilakukan peletakan batu pertama pembangunan
Gudang Perbekalan dan Pool Kendaraan (16 Maret 1977), Unit Rehab Medik
(20 Juni 1977), Laboratorium Patologi Anatomi (Oktober 1977) dan Unit
Kebidanan (Desember 1977).
Sesuai dengan tuntutan dan untuk mempermudah sebutan nama rumah sakit
ini, Kajankesad mengeluarkan Surat Edaran Nomor : SE/18NII1/1977 tanggal
4 Agustus 1977 yang menetapkan sebutan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto disingkat RSPAD Gatot Soebroto.
Dalam derasnya pelaksanaan pembangunan pada tanggal 13 Desember 1977
Brigjen Dr.R.A.Jusuf Djajakusuma menyerahkan tongkat estafet
kepemimpinan RSPAD kepada KOLONEL Dr. KURNIA NATADISASTRA.
Kolonel Dr. Kurnia Natadisastra
Selain pembangunan fisik Rumah sakit, dibangun pula Rumah Dinas
(Flat) Dokter yang diperuntukkan bagi para dokter yang baru saja mutasi
jabatan ke RSPAD atau sedang dalam pendidikan spesialis dan belum
memiliki rumah di Jakarta. Pembangunan Flat Dokter dengan biaya dari
Mabes TNI terdiri dari 11 unit untuk dokter bujangan dan 16 unit untuk
dokter yang telah berkeluarga. Luas bangunan seluruhnya 2.328 m2.
Peletakan batu pertama pembangunan Blok B dilaksanakan tanggal 10
Desember 1976 dan selesai dan diresmikan tanggal 31 Januari 1977, sedang
peletakan batu pertama pembangunan Flat Dokter Blok A dilaksanakan
tanggal 31 Desember 1977 dan selesai serta diresmikan tanggal 5 Mei
1979.
Brigjen Dr.Kurnia Natadisastra menjabat Kepala RSPAD selama lebih
kurang 1 tahun 6 bulan dan pada tanggal 31 Mei 1979 menyerahkan tongkat
kepemimpinan kepada KOLONEL Dr. SAMSI JACOBALIS.
Brigjen Dr. Samsi Jacobalis
31 Mei 1979 . 1 September 1983
Beliau selanjutnya memegang jabatan sebagai Kajankesad.
Pembangunan terus berjalan sesuai tahapan yang ditetapkan. Pada tahun
1979 - 1982 banyak bangunan yang selesai dibangun antara lain Unit
Kebidanan dan Kandungan (29 Desember 1979), Unit Patologi Anatomi ( 3
Mei 1980), Unit Patologi Klinik (30 Juni 1981), Unit Radiologi dan
Poliklinik Tahap I ( 26 Juli 1992).
Peletakan batu pertama pembangunan Unit ICU (sekarang dipergunakan untuk
Medical Check Up, Perawatan Intensif /ICU dan Renal Unit), bangunan ini
dilengkapi dengan
Helipad di lantai IV.
Pada tanggal 1 Oktober 1981, kantor Pimpinan RSPAD Gatot Soebroto
yang semula berada digedung tua berlantai (lokasi gedung Satrio
sekarang) dipindahkan ke bangunan Paviliun A (Pav.Darmawan sekarang)
untuk mempersiapkan lahan guna pembangunan Gedung Poliklinik Tahap II
(Gedung Satrio), dan baru pindah ke gedung baru pada tanggal 18 Februari
1988.
Kemajuan spektakuler dalam dunia kedokteran di RSPAD terjadi pada tahun
1981 dimana RSPAD melaksanakan Proyek Bedah Jantung terbuka dengan
bekerjasama dengan Tim dari Amerika dibawah pimpinan Prof. De Becky dan
ini merupakan bedah jantung pertama di Indonesia yang sampai sekarang
telah mengoperasi lebih dari 1050 pasien di RSPAD Gatot Soebroto.
Selain hal yang spektakuler mengembirakan juga ada hal yang kurang
menyenangkan, yakni ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama Menhankam/
Pangab dengan Medikbud RI Nomor : 070a / M / 1981 dan Nomor : Kep/ 04 /
II /1981 yang dilengkapi dengan Petunjuk Pelaksanaan yang ditetapkan
bersama antara Kapuskes ABRI dengan Dekan Fakultas Kedokteran UI Nomor :
Juklak/ 09 / XI / 1982 dan Nomor : 2554/II.A./SK/1982 tanggal 20
Februari 1982 tentang penggunaan RSPAD Gatot Soebroto menjadi lahan
pendidikan dokter spesialis. Sejak itu RSPAD yang pernah menghasilkan
para dokter spesialis yang handal tidak dibenarkan lagi mendidik tenaga
spesialis (Hospital Base), hal ini berkaitan dengan ketentuan baru bahwa
yang berwenang mendidik dokter spesialis adalah Fakultas Kedokteran
Perguruan Tinggi Negeri (University Base).
Pada tahun 1982 tepatnya dalam meperingati Catur Windu (32 tahun)
RSPAD Gatot Soebroto atas prakarsa Brigjen Dr.Samsi Jacobalis disusun
untuk pertama kali buku sejarah RSPAD yang memiliki makna historis
sangat dalam dan melibatkan sejarahwan, penulis, peneliti dan pendidik
Drs.Abu Sidik Wibowo. Peluncuran Buku Catur Windu ini tepat pada tanggal
26 Juli 1982.
Pada tahun 1982, untuk meningkatkan pelayanan bagi pasien tidak
berhak atas ide Ka RSPAD didirikan Apotik Cabang V Khusus (sekarang
Apotik PKM) dengan modal awal Rp.12.000.000,- dari dana intern yang
awalnya berupa pinjaman sementara namun kemudian dipertanggungjawabkan
sebagai pengeluaran rutin.
Pada tanggal 1 September 1982 Brigjen Dr.Samsi Jacobalis menyerahkan
jabatan Ka RSPAD Gatot Soebroto kepada KOLONEL Dr. SUMARDI KATGOPRANOTO.
Brigjen Dr. Sumardi Katgopranoto
1 September 1983 - 10 Juni 1989
Pada akhir tahun 1983, dapat dicatat sebagai sejarah baru khususnya
dalam Pelayanan Kesehatan bagi Maysrakat Umum di RSPAD Gatot Soebroto
dimana dengan dikeluarkannya Petunjuk Sementara Pelaksanaan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat Umum berdasarkan surat keputusan Kasad Nomor :
Kep/1186/III/1984 tanggal 28-3-1984. Hal ini berkaitan erat dengan mulai
dikuranginya alokasi dana pemeliharaan bangunan yang semula didukung
dengan dana rutin Puskes ABRI dan dana Proyek Tim Pembangunan RSGS
(Banpres / Sekneg), yang pada
akhirnya disusunlah proposal pembangunan Unit Pelayanan Masyarakat Umum
(kemudian diberi nama Pavilyun Kartika) dan diajukan kepada Pimpinan TNI
AD yang selanjutnya mendapat bantuan dana dari Presiden.
Pengembangan pelayanan kesehatan, selain melanjutkan program bedah
jantung, RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 1986 melakukan Proyek
Tansplantasi Ginjal, dan berhasil baik, sampai saat ini telah dilakukan
transplantasi ginjal untuk 44 penderita. Dengan adanya krisis ekonomi
kegiatan bedah jantung dan transplantasi ginjal sangat terhambat oleh
ketiadaan dukungan dana.
Pada tahun 1988, sebagai awal penataan Yankesmasum dibuka Poliklinik
Swasta sore hari bertempat di lantai 2 gedung Satrio yang menjadi embrio
Yankesmasum rawat jalan dan selanjutnya dengan bekerja sama dengan
Primkopad RSPAD Gatot Soebroto dilakukan renovasi Pav.A yang semula
digunakan sebagai kantor Pimpinan dan Staf untuk dijadikan Unit
Yankesmasum Rawat !nap dan diberi nama Pavilyun Kartika, pavilyun inilah
yang merupakan cikal bakal Pav. Kartika sekarang.
Dari bidang organisasi juga terjadi peristiwa penting, dimana lembaga
Dep.Hankam dengan Panglima ABRI yang semula dijabat oleh Menhakam
sekaligus Panglima TNI dipisahkan.Dep.Hankam dipimpin oleh Menhakam dan
ABRI dipimpin oleh Panglima ABRI, berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor :
Skep / 07 / P / III / 1984 tanggal 21 Maret 1984 RSPAD Gatot Soebroto
ditetapkan masuk dalam jajaran Dep.Hankam. Namun dengan Surat Kasad
Nomor : K/253/VIII/1985 tanggal 16 Agustus 1985, RSPAD dapat diserahkan
kepada Hankam setelah TNI AD selesai meningkatkan kemampuan Rumah Sakit
Tingkat II dengan masa persiapan selama 5 - 10 tahun. Kenyataannya RSPAD
sampai saat ini masih dibawah jajaran TNI AD.
Pada tahun 1986 ditetapkan Organisasi dan Tugas RSPAD Gatot Soebroto
dengan Keputusan Kasad Nomor : Kep/ 14 / I / 1986 tanggal 23 Januari
1986 dengan kedudukan RSPAD operasional
dibawah Kasad dan administratif dibawah Ditkesad. Kedudukan ini
menjadikan RSPAD tidak tergambar dalam Struktur Organisasi Mabesad dan
tidak ada dalam Struktur Organisasi Ditkesad.
Tahapan pembangunan RSPAD Gatot Soebroto telah mencapai tahap mendekati
selesai dimana pada era kepemimpinan Dr.Sumardi diresmikan berbagai
bangunan meliputi : Unit ICU 5 Mei 1983), Unit Teknik dan Bengkel Kayu
(1984) dan Poliklinik Tahap II dan Kantor Pimpinan yang dilengkapi
dengan Helipad (17 Februari 1988).
Pada tanggal 10 Juni 1989 pucuk pimpinan RSPAD diserah terimakan dari
Brigjen TNI Dr.Sumardi kepada KOLONEL CKM Dr.TOERSENO WINARKO A.
Brigjen Dr. Toerseno Winarko A.
10 Juni 1989 - 27 September 1991
Pada tahun 1989, peningkatan mutu pelayanan terus dipacu, penataan
halaman dan taman menjadi lebih rapih. Untuk pelayanan kesehatan
masyarakat umum mulai ditata lebih serius khususnya dalam
penyelenggaraan pelayanan rawat jalan spesialistik dan pelayanan rawat
inap Pavilyun Kartika (sekarang Pav. Darmawan) sebagai embrio Unit
Yankesmasum.
Persiapan pelaksanaan pembangunan Unit Yankesmasum (Pav.Kartika
sekarang) yang dibangun dilokasi Maditkesad (lama) dengan memindahkan
Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG)
Ditkesad ke JI.Dr.Abdul Rahman Saleh 18 eks Mapusintelstrad dan Mesjid
Asysyifa. Pembangunan Masjid yang berlokasi di halaman parkir rumah
sakit mendapat bantuan dari Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila.
Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh Gubernur KDKI Bapak
Wiyogo Admodarminto pada tanggal 3 Nopember 1988 dan diresmikan
penggunaannya pada tanggal 17 Nopember 1989 oleh Panglima ABRI (sekarang
TNI) Jenderal Try Sutrisno.
Pembangunan Unit Yankesmasum didukung dengan dana bantuan Presiden dan
dilaksanakan oleh Tim Pembangunan yang diketuai oleh Brigjen TNI (Purn)
Dr.Sumardi Katgopranoto. Tujuan pembangunan unit Yankesmasum Pavilyun
Kartika yaitu : untuk meningkatkan kemampuan dukungan dar a operasional
RSPAD dan meningkatkan kesejahteraan personel serta sebagai lahan
praktek bagi para dokter RSPAD Gatot Soebroto.
Peletakan batu pertama pembangunan unit Yankesmasum dilaksanakan oleh
Aslog Kasad pada bulan Januari 1990 dan selesai serta diresmikan oleh
Presiden Suharto pada tanggal 16 September 1991.
Kolonel CKM Dr. H.Djailani
Pada tanggal 27 September 1991 Brigjen TNI Dr.Toerseno Winarko A
menyerahkan jabatan Ka ASPAD Gatot Soebroto kepada KOLONEL CKM Dr.
H.DJAILANI (sekarang Wagub DKI Bidang Kesra) selanjutnya menduduki
jabatan baru sebagai Dirkesad.
Operasional RSPAD Gatot Soebroto, mulai memasuki babak baru, pada masa
jabatan Dr.Djailani manajemen mulai lebih disempurnakan. Khusus
Yankesmasum Pav. Kartika diterima bantuan tenaga ahli dibidang manajemen
dari Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi. Hal lain yang patut
dicatat adalah pembenahan sistem rujukan pasien, dengan demikian RSPAD
diharapkan tidak lagi menjadi Puskesmas raksasa karena banyaknya pasien
yang seharusnya dapat ditangani di Rumkit Kesdam dikirim ke RSPAD karena
keinginan pasien untuk mendapat pelayanan spesialistik yang lebih
lengkap.
Dengan bantuan berbagai pihak RSPAD yang semula terkesan sebagai
Puskesmas raksasa sedikit demi sedikit berubah. Pasien mulai dapat
mengerti bahwa RSPAD adalah rumah sakit rujukan, dan tidak semua pasien
harus ke RSPAD tetapi pasien yang dapat ditangani di rumah sakit Kodam
(Tk.ll) cukup ditangani di Rumkit Kodam dan tidak perlu dikirim ke
RSPAD.
Pembangunan fisik dimulai kembali dengan pembangunan Unit Keswa, Unit
Paru dan Asrama Putra. Unit Rawat Kesehatan Jiwa yang semula menempati
lokasi dibelakang unit IKA dibangun baru di "pulau" lengkap dengan
bangunan rawat untuk VIP yang berupa rumah (cotage). Bekas lokasi Unit
Keswa dibangun Asrama Putra. Unit Perawatan Jantung Paru dibangun di
lokasi lama, selain itu juga dibangun 2 unit instalasi pengolahan air
limbah.
bersambung ..............2